(sudah lama tidak bercerita soal diri sendiri, maaf kalau agak panjang)
Sepertinya (ini cuma dugaan saja) curhat itu suatu kebutuhan (kalau tidak sekunder, berarti tersier atau seterusnya) pokok buat diri kita. Apa ada orang yang tidak pernah curhat seumur hidupnya ? Kalau ada, gw cuma mau bilang kalau dia bukan manusia 😉
Kenapa ?
Simpel, gampang, mudah, ringan, easy, dan kawan kawannya. Manusia pasti punya masalah, dan kalau tidak punya masalah berarti manusia yang tinggal badan tanpa nyawa. Nah, karena manusia itu identik dengan masalah, maka salah satu cara menyelesaikan masalah adalah dengan menceritakannya pada orang lain.
Gw sendiri juga bukan orang yang dengan mudah curhat sama orang lain. Banyak yang bilang kalau gw termasuk golongan orang yang introvert, tertutup, dan sangat sulit diketahui isi hatinya. Mungkin gara-gara itu nama blog ini gw kasih nama (fertob) hades. Hades kan salah satu dewa Yunani Kuno yang identik dengan kemisteriusan, kegelapan, dan ketertutupan (selain kematian, tentunya)
Tapi ada juga teman-teman gw yang (berani-beraninya) bilang kalau gw itu kurang gaul. Sebenarnya nggak masalah kalau gw dibilang kurang gaul, dan memang itu ada benarnya juga. Gw lebih senang sendiri daripada berada di tempat ramai. Sementara orang lain bisa saja menderita Autophobia, gw cenderung untuk Agoraphobia. Tentunya dengan gejala yang sangat-amat ringan. 🙂
Kalau gw punya masalah, gw sendiri biasanya cerita sama….. Diri Sendiri. Ini metode aneh yang sering gw praktekkan dan lumayan sukses. Gw cuma mempraktekkan dualisme manusia (sorry, filsafat lagi…) dalam alam semesta. Ini konsep siapa ya ? *sambil buka-buka buku*
Kata teori yang pernah gw tau, manusia itu adalah pengamat di alam semesta. Semua hal di alam semesta ini diamati dan dipelajari oleh manusia, termasuk dirinya sendiri. Sebagai pengamat manusia adalah subyek yang sedang melakukan sesuatu. Tetapi jika manusia mengamati dirinya sendiri, maka manusia sekaligus sebagai subyek yang mengamati dan juga obyek yang diamati.
Dualitas subyek-obyek pengamat ini yang gw terapkan dalam diri gw. Diri gw yang bercerita (alias curhat) adalah obyek yang sedang mengungkapkan dirinya, sementara Diri gw yang menjadi curahan hati adalah subyek yang sedang mengamati. Dengan kata lain, dalam proses curhat sama diri sendiri, diri gw (atau kepribadian, atau apa saja namanya) terbelah dalam dua kutub pengamat-obyek. Semuanya berjalan simultan.
Ribet ya ? Memang iya, karena gw suka yang ribet-ribet…. 😉 Kalau bisa dibikin ribet ngapain dibikin mudah, iya nggak ? 😆
Tapi bukan berarti gw tidak punya sahabat atau orang yang bisa gw kasih kepercayaan untuk menjadi tempat sampah uneg-uneg gw. Itu pasti ada. Tapi masalahnya, terkadang gw suka memilah-milah (filter), kira-kira masalah apa yang pantas gw ceritain buat teman gw itu. Memang gw merasa kalau emotional attachment (apa bahasa Indonesia-nya yang pantas ?) gw dengan orang lain itu cenderung kurang dibandingkan dengan orang-orang “normal” lainnya.
Gw cenderung dingin, cool, dan boleh dikatakan minim ekspresi emosi. Ekspresi emosi ya…!! Jangan bilang gw nggak punya emosi. 👿 Misalnya kalau nonton film yang sedihnya luar biasa, orang lain bisa saja sudah menumpahkan seliter air mata, sementara gw paling cuma berkaca-kaca. Bahkan kadang nggak ada apa-apa.
Dan parahnya, ada yang bilang kalau gw ini sebenarnya Schizoid. Yup, bisa jadi gw itu schizoid, tetapi schizoid sebagai tipe kepribadian (personality type) dan bukan schizoid sebagai gangguan kepribadian (personality disorder). Yang terakhir ini bisa-bisa mengantar gw masuk ke ruang periksa psikolog klinis/psikiater.
Kan biasa psikolog memeriksakan diri ke psikolog/psikiater, dan lagian gw bukan psikolog klinis. Dokter saja kalau sakit pasti butuh dokter lain untuk menyembuhkannya. Ada dokter yang bisa membedah jantungnya sendiri ? 😆
Tapi lupakan dulu masalah phobia, schizoid, dan kawan-kawannya. Mungkin ada yang bertanya-tanya, tumben Om Fertob Ganteng (ini nggak narsis, ini interpretasi sejarah… 😉 ) mau cerita-cerita soal dirinya sendiri. Ada apa gerangan ? Apa kucing sudah bisa bertelor ? Apa ayam sekarang beranak ? *ngomong apaan sih gw…!!*
Sebenarnya psotingan ini satu paket (paket combo hemat) dengan tulisan gw sebelumnya : Merinding and Other Stories. Nah, di situ anda bisa melihat tampang asli sang maestro. (ini bukan narsis juga, ini fakta sejarah) 😉 yang selama ribuan tahun tidak pernah diketahui orang lain. Ini murni pilihan hidup 😆 Awalnya begitu susah sesperti seorang Draco Malfoy berubah di buku Harry Potter. Jadi setelah tampang aslinya keluar, terus tulisan ini adalah cerita dibalik tampang asli itu. the secret revealed, finally….
(Dan ada yang bilang si empunya blog mirip dengan striker Arab Saudi Yasser Al Qahtani. Terima kasih yang sebesar-besarnya, ternyata Al Qahtani orang yang paling beruntung sedunia) 😛
Bahkan seorang Anna Freud sendiri sebelum dia menjadi seorang Psikoanalis yang cukup terkenal (sebenarnya nggak terkenal, sih…) dia di analisis dulu oleh bokapnya Sang Raja Diraja Psikoanalisis, Sigmund Freud. Jung juga sempat dianalisis oleh Freud, dan curangnya si Freud ini, dia tidak mau dirinya dianalisis oleh orang lain (murid-muridnya). Mungkin dia merasa dirinya seorang dokter yang bisa menyembuhkan dirinya sendiri.
Gw tidak berniat jadi psikoanalis, walaupun profesi ini di Amerika sono cukup menjanjikan. Sulit, kalau kata gw, dan nggak terbayang mengobok-obok bagian “terliar” dan “tergelap” dari manusia. Sementara bagian terliar dan tergelap dari diri gw sendiri masih jadi misteri buat gw.
Oke, kembali lagi soal cerita diri. *mau cerita apa lagi nih….*
Satu lagi. Gw juga sering dibilang sebagai seorang yang rasional, empiris, deduktif, analisis, dan otak gw itu otak kiri semua. 😛 Dari dulu gw memang sangat suka dengan pelajaran eksakta. Kimia dan Matematika adalah makanan kesukaan gw waktu SMA dulu. Dan karena kecelakaan sejarah saja maka gw masuk psikologi. Di psikologi sendiri yang gw paling suka itu Statistik. Bayangkan, (buat kamu-kamu yang pernah kuliah di psikologi) berapa persen mahasiswa yang suka statistik ? Dan gw adalah seorang diantaranya.
Dan mungkin kalau bukan karena kecelakaan sejarah lagi, gw sudah jadi dosen statistik di Azerbaijan, Timbuktu, atau di Eritrea (ada yang tau negara-negara ini ?) 🙂
Tapi anehnya, (atau ajaibnya) dengan modal otak yang seperti itu, dalam urusan memecahkan masalah (dan curhat-curhatan), gw termasuk orang yang melakukannya dengan cara emotion-focused coping. Maksud gw bukan hanya dengan cara itu, tetapi kebanyakan menggunakan cara itu. Gw cenderung untuk menyelesaikannya ke dalam pertama kali.
Karena gw orangnya seperti itu, makanya untuk soal curhat gw sering menggunakan dualitas subyek-obyek seperti yang gw ceritain diatas. Bukan hanya itu, kalau gw punya binatang peliharaan (anjing, kucing, ikan, dll), mungkin binatang peliharaan itu yang jadi korban katarsis gw.
Dan sangat aman curhat sama diri sendiri atau sama binatang peliharaan. Coba saja, kalau gw sedang curhat sama seseorang, saking menghayati dan mendalami ungkapan perasaan itu (cieee…), tiba-tiba gw transference sama orang yang gw curhatin. Bisa berabe kan ? 😆 Kalau dia mengerti sih nggak apa-apa, coba kalau dia orang awam dan tiba-tiba dalam kondisi transference itu gw meluapkan kebencian gw sama dia dan gw menampar dia ? Ini lebih berabe lagi. 🙂
Ada yang kelupaan ?
**************
Demikian episode curhat dan cerita diri kali ini. Lain kali akan disambung di episode lain yang tidak kalah jeleknya.
PS : Kata-kata yang dimiringkan, [dan] ditebalkan, [dan] diberi gincu merah adalah istilah-istilah psikologi yang tidak populer. Silakan hubungi kamus terdekat atau tanya langsung pada yang membuat istilahnya. Jangan tanya saya ya….!!! 😛
Ada yang bilang, mereka yang belajar psikologi, merasa something wrong dengan kejiwaannya. lalu mempelajari ilmu itu untuk menyelesaikan persoalan dirinya. Benar gak fer?
jadi gatel pengen komen nih 🙂
lagi jadi introvert terselubung ya mas? … By the way, anyway, busway, setuju banget sama tulisan yang di atas 😛
1. Saya ga ngerti 100% karena ada bahasa bahasa yang terbaca asing oleh mata saya. dan tertangkap aneh saat terkirim ke otak.
2. Terbukti..bahwasanya Bang Fertob telah membuat ribet curhat yang biasanya dibuat mudah
😀
3. orang ganteng memang selalu dibilang Narsis Bang. padahalkan hanya bersikap realistis….
*tos dulu sesama mkhluk ganteng*
Kayaknya kita memang nggak bisa ketemuan dan minum kopi bareng, Fer. Akan menjadi pemandangan yang sangat aneh buat orang2 di sekitar kita: dua orang duduk menghadapi meja yang sama, tapi asyik dengan diri masing2.. 😉
jadi inget tulisan yang kemarin, bang fertob manusia dengan kepribadian ‘prima’.. 😀
Mmmmm yang lumayan menarik adalah dualisme logika-emosi Bang Fertob
Bang Fertob menyukai pelajaran yang mengedepankan unsur logika tapi dalam penyelesaian masalah lebih mendahulukan pendekatan emosi.
Apakah dualisme logika-emosi Bang Fertob benar2 dalam keadaan seimbang ya?
Bagaimana jika diri kita sebagai pe-curhat transeference dengan diri kita sebagai ter-curhat?
Jangan2 nanti diri ter-curhat kita melakukan pengkhianatan juga 😀
Tapi ada juga bagian yang sangat tidak menarik, yaitu:
hmmm…
lagi terapi diri sendiri ya, bang?wehehehe47x…
saya juga milih2 kalo curhat. Dan karena ‘gaya’ saya yg ceria, orang2 merasa saya terbuka dan mereka tahu banyak tentang saya. Tapi nyatanya yg mereka tau dr saya hanyalah sebagian sangat kecil,
Saya terkadang juga memilih self-talk ketika curhat, karena tidak ada orang yg bisa mengerti saya sebaik diri saya sendiri. Saya memerlukan orang lain untuk membantu, tapi tidak semua masalah saya ceritakan. Kapasitas orang untuk mengerti dan menerima kan berbeda2.
Lho, kok saya jadi ikut curhat?
Aaaahhh….mungkin cuma Om Fertob yg suka statistik!!! Aku benciiiiii…….!!
Menarik banget tulisannya bang Ferthob terutama tentang dualitas subyek-obyek pengamat.
Di blog saya, ada tulisan tentang bukunya George Soros dengan judul Open Society. Di buku itu dia menjelaskan Teory mengenai Partisipant VS pengamat. Tentu saja kaitannya dengan masyarakat, tapi melalui tulisannya bang Ferthob, saya menemukan kesamaan pandangan antara dualitas subyek-obyek dengan teori tersebut.
Kaitannya seperti ini, di teori tersebut dijelaskan bahwa seorang partisipant diibaratkan berada dalam suatu lingkaran dan pemikirannya mempengaruhi lingkaran tersebut serta lingkaran itu mempengaruhi juga pola pemikirannya. Jadi ada aksi reaksi dalam hal ini. Sedangkan pengamat Diibaratkan berada diluar lingkaran, dia hanya mengamati lingkaran tersebut. Apa pun pemikiran yang ada pada pengamat tidak memberikan pengaruh terhadap lingkaran tersebut. Sekarang jika menggunakannya asumsinya bang Ferthob, kita ibaratkan lingkaran tersebut adalah pribadi, maka seseorang akan bertindak sebagi partisipant jika dia menganggap bahwa dirinya adalah subyek dan sebagai pengamat jika menganggap bahwa dirinya adalah objek.
Menurut saya curhat memang perlu seperti itu bang. Kadang kita perlu bertindak sebagai subjek dan perlu bertindak sebagai objek. Sebagai subjek, jika kita curhat dengan orang lain, siapa pun itu. Dan sebagai objek, ketika kita curhat kepada diri sendiri (baca merenung). Tapi tidak bisa kedua-duanya bang dilakukan dalam satu waktu, karena menurut saya ngak mungkin bang.
Pertanyaan selanjutnya adalah…
Pada saat seperti apa atau dalam kondisi apa kita harus bertindak sebagai subyek/partisipant atau bertindak sebagai objek/pengamat???
wah…ternyata emang bener lagi musim curhat curhatan ya Om?
*masih heran, ternyata Om Fertob narses juga *
Dualitas subyek-pengamat itu terdengar seperti… introspeksinya yang dipake eyang Wundt zaman dulu?
Wuaahh… kayanya bener, curhat itu perlu, cuma caranya aja beda-beda tergantung tipe kepribadian orang.
Saya juga jarang bisa curhat yang tipe ngeluarin semua uneg-uneg gitu sama orang lain, ga bisa malahan. Seringnya share aja tanya solusi, 😛
Kalau untuk meluapkan emosi, lebih suka sendiri, rada introvert juga kayanya.
Haa? Banyakan anak cowo lebih jarang ya Bang Fertob buat curhat model kebanyakan cewe yang suka ngeluarin uneg-uneg begitu? Memang beda sih ya, 😛
Wah beraat… bahasannya berat *ngopi2 dan minum teh sambil nonton Spongebob sebagai penetralisir*
Sepupu saya yg juga seorang Psikolog pernah bilang, orang yang secara mental sehat, maka beliau2 ini kadang merasa bahwa dirinya punya kecenderungan schizo, sadism, etc etc (karena semua orang tentu punya kecenderungan namun kadarnya beda2).
Sebaliknya, orang yang benar2 punya kecenderungan kuat, malah tidak sadar dan akhirnya malah terjebak jadi sociopath beneran (seperti yg digambarkan di film2 Alfred Hitchcock).
Anyway, abang ini cuman mau cerita bertemakan ‘curhat pada diri sendiri, karena blablabla…’ tapi jadinya ilmiah banget, huhu (kadar keseriusan dan kepinteran 100%).
Mungkin berdasar tipe MBTI, persentase ke-introvert-an abang mendekati 100% (sementara ke-ekstrovert-an saya 89%, pantesan sy nggak pernah keliatan susah, hauhaha, hidup ekstrovert!!)
@ Kang Adhi :
Itu sudah seperti jadi “hal yang diterima umum” di kalangan psikologi, Kang.
Bahkan ada yang beranggapan bahwa kuliah di psikologi itu seperti “berobat jalan”. Kalau lulus dan sembuh, jadilah psikolog. Kalau lulus dan tidak sembuh, jadilah psikopat 😉
Nah, kalau tidak lulus-lulus dan tidak sembuh-sembuh, jadinya apa dong ?
@ pratanti :
Saya memang introvert kok mbak, nggak pake selubung-selubungan…. 🙂
@ Farid :
1. Segera hubungi kamus terdekat, biar ada koneksi antara apa yang dibaca, dipersepsikan, dimaknai, dan kemudian disimpan/dikeluarkan… 😛
2. Karena terlalu mudah makanya curhat harus dibikin susah. Kalau bisa dibikin susah, ngapain dipermudah ? bukan begitu kata sebagian dari
aparatkita ?3. Ini yang paling saya setujui. SETUJU 10000%
*sambil tos juga….*
@ Mbak Maya :
hahahaha…. dua orang yang hidup di dunianya masing-masing… 😉
@ macanang :
hohoho… saya bukan bilangan prima lho, saya hanya berusaha jadi “orang aneh” di dunia “orang normal…” 😉
@ deking :
Itu yang aneh dari diri saya, saya sangat “otak kiri banget” sementara dalam pemecahan masalah, jika itu “menghantam” saya, maka cara yang dipakai cenderung emotion-focused coping, alias menata emosi dulu sebelum memecahkan masalah utamannya.
Saya sendiri (dlm konteks psikologi) lebih menganut pendekatan kognitif (tapi juga eklektik), walaupun begitu saya percaya dengan adanya dinamika dalam kondisi psikologis manusia. Keseimbangan akan tercapai, tapi itu tak akan bertahan lama, terjadi tarik menarik dan tolak menolak di dunia “dalam”. Itulah yang membentuk diri kita.
Itu rahasia perusahaan mas…. 😉 Nanti kalau saya cerita apa yang terjadi dalam sesi transference, bisa-bisa saya jadi telanjang sepenuhnya… 🙂
Ada pepatah mengatakan :
@ hana :
terapi diri ? bisa jadi, anggaplah ini sebagai katarsis….
Thanks atas curhatnya ya, ada yang bisa dibantu ? Kalau statistik itu memang kenyataan, tidak ada yang seindah statistik….
@ mriyandi :
Itulah paradoks-nya dari dualitas subyek obyek. Bagi filsafat manusia, itu bisa dilakukan secara bersamaan. Saya, terus terang masih kurang mengerti lebih dalam tentang paradoks dualitas pengamat-obyek dalam diri manusia di alam semesta. Tapi saya bisa merasakannya dalam diri saya ketika curhat dilakukan.
@ Mbak Siwi :
Iya sekarang lagi musim curhat, mungkin bulan depan musim kawin kali ya ?
Itu nggak narsis lho, itu interpretasi, fakta, dan kecelakaan sejarah… 😉
@ Catshade :
hohoho…. saya bukan pengikut kaum strukturalis yang dimulai dari eyang Wundt. 🙂 Tapi memang ada kemiripan konsep kok….
@ jejakpena :
cowok biasanya jarang curhat jika dibandingkan cewek. pendekatannya juga beda, kalau cowok melepaskan suatu emosi biasanya outward, sementara cewek biasanya inward.
Makanya cowok kebanyakan menderita gangguan psikologis seperti agresi, frustrasi, dll… yang lebih bersifat keluar sementara cewek kebanyakan depresi, psikosomatik, dll yang kebanyakan bersifat kedalam…
@ Apret :
wooooiiii…. selamat lulus ya…. gimana sekarang, dek ? Sudah jadi Presiden Direktur di mana ? atau perusahaan apa yang bakal diakuisisi besok ? 😛
Tidak selalu lho…. Masalahnya ada gangguan-gangguan psikologis yang bisa membuat seseorang “tidak sadar” terhadap kondisinya sendiri. Schizo dan Gangguan Kepribadian itu seperti ini.
Tapi ada juga gangguan psikologis yang sebenarnya orangnya tahu bahwa dia bermasalah dan mempunyai gangguan, tetapi tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Phobia, Anxiety, Psychosexual Disorder masuk kategori ini.
Orang yang belajar dan mengerti psikologi hanya lebih sensitif saja terhadap kepribadiannya. Tidak lebih. Kalau mereka (psikolog) kena Schizo atau Borderline Personality Disorder, sama saja kok….
Sudah hubungi kamus terdekat belum ? 🙂
Hidup Introvert…… 😆
Mananya yg indah..??
Om, hasil tes menyatakan bahwa aku lebih banyak pake otak kiri ketimbang otak kanan, tapi kok pelajaran itung2an bodoh bgt ya? kecuali duit..
hehe47x…
belajar psikologi kayak minum air garam,
setiap ketemu jawaban satu, muncul pertanyaan lain
dan susahnya gelap banget tapi bikin ketagihan 😛
dina
*benci banget sama statistik walo suka matematika*
Bang fertob schizoid?? Ma malah cenderung paranoid,, 😛
selama masih gangguan kepribadian ringan sih ga masalah,,
*bahan kuliah IKJ 1*
eh iya,, bukannya emotion-focus coping itu biasanya cewe ya?? 😕 apa ga mesti?
@ Mr.Neo Forty-Nine
Jadi ingat kisah
saya sendiriseseorang yang dibilang narsis gara2 ada pic-nya di blog ..@ -may-
Malah terlihat seperti orang yang sedang berantem .. diam2-an hehe 😀
salam kenal Bang Fertob, aq , kebtlan bgt bs nyimak tulisan bang fertob yg bikin aq ada tmn,
aq jadi pengen curhat nehh
ass,
mas, tolong donk saya perlu informasi tentang contoh kasus dari penyalahgunaan alat-alat psikologi.
terima kasih
Good Luck ya cuy……………..
gua menyebut ini membatin, penyakit anak ikj sejak gua masih kuliah dulu di ikj decade 90-an,umumnya begitulah anak ikj sampai sekarang masih- yaah ank ikj kayk gitu, gua juga setali tiga duit sama kita
I strongly agree with the words” bang fertob
Greetings from me bang fertob