- tulisan ini cuma curhat
Entah mengapa saya tertarik membicarakan soal politik praktis. Mungkin karena Pemilu sudah semakin dekat dan, bagi saya, Pemilu adalah salah satu cara mengubah nasib bangsa ini.
Terus terang, saya tersentil dengan “tuduhan tak termaafkan” yang dilontarkan oleh Manusia Super [disini] yang kira-kira berbunyi :
Tapi saya melihat ada indikasi promosi calon mertu di sini… Salah satu upaya mengambil hati???
Itu adalah tuduhan yang sangat keji, brutal, bersifat karakter asinan, dan mencemarkan nama baik. Saya mengultimatum yang bersangkutan supaya menuliskan permintaan maaf di blognya selama 1 bulan. Jika tidak maka saya akan melaporkan kepada yang tidak berwajib.
Kembali ke topik. Apa yang diindikasikan oleh ManSup di tulisan saya sebelumnya, sebenarnya justru berkebalikan. Saya tidak pernah menjadi promotor, tim sukses, atau tim kampanye dari beliau yang menjadi camer saya. Tidak pernah dan tak akan pernah. 😆
Bukan hanya itu saja. Saya juga pernah ditawari untuk terlibat dalam partai politik dimana sang camer terlibat (to the point saja : Partai Demokrat). Saya tidak tahu apa alasan sebenarnya dibalik penawaran itu. Tetapi sewaktu penawaran itu diajukan, alasan yang dipakai adalah melihat ability saya dalam psikologi, khususnya psikologi massa.
Saya menolaknya, bukan karena tidak mampu, tetapi karena beberapa alasan yang nanti akan saya jelaskan di bawah. Sang pacar sendiri kelihatannya mendukung keterlibatan saya, tetapi ketertarikan saya adalah sama dia dan bukan sama partai politik bapaknya.
Ada beberapa alasan sehingga saya menolak tawaran untuk terlibat dalam politik praktis khususnya partai politik.
- Saya tidak ingin dikatakan aji mumpung dalam kasus ini. Mumpung camer-nya caleg dari parpol maka menjadi alasan pembenar untuk terlibat disitu. Bagi saya, parpol seharusnya tidAk menganut filosofi AMPI (anak, mertua, pacar, istri) 😆 dimana nepotisme, koncoisme, familiisme, dan kroniisme berurat berakar didalamnya, tanpa mempunyai kemampuan apa-apa.
- Saya tidak tertarik dengan kekuasaan. Bagi saya kekuasaan itu adalah kelemahan saya. Kekuasaan membuat seseorang mudah menjadi lupa daratan dan lupa dimana dia berada. Terlalu banyak godaannya, terlalu banyak intriknya, dan terlalu banyak “lobi kanan-kirinya”. Saya lebih cocok dipercaya menjadi guru/dosen daripada dipercaya memiliki kekuasaan.
Seperti yang dikatakan Dumbledore pada Harry Potter di buku ke-7 :
“Would I?” asked Dumbledore heavily. “I am not so sure. I had proven, as a very young man, that power was my weakness and my temptation. It is a curious thing, Harry, but perhaps those who are best suited to power are those who have never sought it. Those who, like you, have leadership thrust upon them, and take up the mantle because they must, and find to their own surprise that they wear it well.
“I was safer at Hogwarts. I think I was a good teacher—”
Yeah, you’ve got the point, Dumbledore….!! 😆
- Saya tidak ingin kekritisan dan ke-vokal-an saya dalam mengkritik menjadi penghalang bagi diri saya sendiri ketika terlibat dalam parpol. Tentunya saya menyadari bahwa terlibat dalam parpol membuat saya tidak bisa lagi mengkritik dengan tajam kebijakan-kebijakan yang diambil parpol tersebut. Mulut saya akan disumbat, tulisan pena saya akan terhalang, dan otak saya akan dibatasi.
Dan itu bukan saya sama sekali.
Saya justru sangat salut dengan mereka yang ketika disodori kekuasaan, tidak menjadikan kekuasaan itu sebagai sarana pemuasan keinginan pribadi. Sementara konon katanya “kekuasaan itu dekat dengan korupsi”. 😉
Jadi, marilah mensukseskan Pemilu 2009 dengan cara apapun yang anda pilih. Saya sendiri sudah eneg melihat ratusan bahkan ribuan bendera, spanduk, pamflet, dan stiker yang bertebaran di Kota Sorong yang benar-benar merusak pemandangan karena diletakkan secara sembarangan. Semuanya dengan senyum yang memukau dan mohon dukungannya.
Yah, semoga anda tidak “lupa daratan” dan “merusak pemandangan” ketika kekuasaan itu anda miliki.
ostopiruloh….
komentar saya ternyata menyinggung titik sensitip empunya calon mertua…
Dari rasa ketidak nyamanan yang paling tulus, saya menyatakan dengan ini saya meminta maaf dan akan segera membuat posting permohonan ampun dalam tempo yang sesempat-sempatnya.
Karena nggak baca sebelumnya…jadi agak bingung.
Calon mertuamu siapa sih Fertob???
Hohoho… anti politik praktis. Sudah ketebak banget itu, bang!
Lha…. sama Demokrat 😆
Cuma beda kasus, Bang. Kalau aku ini, ayah sendiri yang dulu ngajak2 gabung kesana. Belum bujuk rayu gengnya beliau 😆
Malas pun. Sudah cukup dulu diseret ke Pemuda Pancasila jaman milisi loreng oranye itu masih bertaji
ndak penting dengan postingan ini, yang penting adalah: kapan calon mertua itu segera menjadi mertua
.
Yaaaah,…
Hidup memang banyak pilihan, boss….
Untuk sayah pribadi, saat inihsayah juga ndak terlibat dengan parpol manapun. Tapi kalau mereka ngajakin bisnis, sayah mah oke-oke ajah.
;mrgreen:
orang macam sampeyan ini yang harusnya menjadi caleg… bukan yang haus harta dan kekuasaan… kapan orang seperti sampeyan dijadikan caleg ya…
Jarang lho ada yang mau menolak ikut parpol padahal orangtua (suami/istri/pacar)-nya adalah caleg parpol itu. Kayak bupati di salah satu kabupaten di provinsi saya: dia jadi bupati, adeknya jadi ketua DPRD, dan sekarang istrinya jadi caleg pula. Ho-oh, mau bikin dinasti dusun ya?
Zaman saya SMP, almarhum Bapak meminta saya agar aktif di AMPI (AMPI beneran). Memang almarhum selain anggota KORPRI juga aktif di AMPI. Akan tetapi, saya menolak. Saya dulu justru tertarik dengan PII yang kemudian dibubarkan pemerintah.
Apabila saat ini saya bergabung dengan sebuah parpol dan mencoba maju sebagai caleg, itu juga karena sebuah pilihan. Bukan karena ambisi kekuasaan melainkan karena perubahan membutuhkan kekuatan lain, bukan hanya teriakan-teriakan dari parlemen jalanan atau pun kritikan-kritikan melalui koran, majalah dan blog, tetapi juga dorongan dari dalam.
Namun, jujur saya akui bahwa keterlibatan dalam sebuah parpol tertentu memang berakibat cukup terbatasinya sasaran kritik kita. Apabila kita mengkritik parpol lain, misalnya, kita bida dijadikan sasaran tembak pelaku kampanye negatif. Saya titip saja kepada Fertob untuk kritik-kritik terhadap parpol lain itu, hehehe…
saya dukung sepenuhnya komen det
kapan, bang?
*ngakak guling-guling*
rasanya saya juga menuduh bang fertob dengan keji…
*tersadar*
ya maap bang 😎
[…] itu, terkait komentar saya pada posting bang Fertob di postingnya “Asal Bukan S“, yang ternyata dianggap memunculkan kemungkinan pembunuhan karakter dan dugaan yang tidak […]
“TIDAR.. awal kokoh bangsa ini”
capppweeee dweeeechhhh
lebih menyukai jalan ilmu daripada jalan tahta?
cocoklah jadi blogger
First blog I read after wakeup from sleep today!
________________________
Proven! How to cure Acne Naturally.Email to mike.wilson80@ymail.com for more information.
@det: setuju tuh. Kita tunggu aja kapan nikahnya.. 🙂
gyahahaha. pecut fadil! botakin!
*rusuh*
kalau ngomongin soal caleg, gak ada habisnya… 🙄
Saya setuju bang.. mau jadi apa bangsa ini kalau isinya cuma politik praktis. kalu mau jadi caleg ya harus menunjukkan dari karakter pribadi dan benar-benar mau melayani masyarakat dalam hal ini masyarakat kecil sekarang udah selesai pemilihan caleg. Semoga saja calon mertua abang sudah jadi caleg. Semoga 🙂
smoga deh !
Sembunyinya lama bener, Fer.