- tulisan yang memusingkan
Belakangan ini, nafsu saya untuk menulis benar-benar berada pada titik terendah. Entah kenapa. Tulisan-tulisan yang dihasilkan juga tak lebih dari uneg-uneg belaka, dan tanpa kemampuan mengeksplorasi lebih jauh.
Saya jadi teringat “motivasi” yang diberikan seorang teman dahulu kala :
Kalau kamu merasa malas atau tidak mampu melakukan sesuatu, maka obat mujarabnya cuma 1 hal : PAKSA.
Saya tidak tahu apakah “motivasi” tadi yang membuat saya menuliskan tulisan ini. Tapi yang jelas, tulisan yang terdiri dari 2 bagian ini adalah jenis tulisan yang membuat kening berkerut dan mengakibatkan usia sel-sel otak anda semakin singkat. 😆
A. TUKANG KEBUN DAN SKEPTISISME
Ketika saya menjelaskan tentang skeptisisme dan varian-variannya di tulisan saya sebelumnya, saya memberikan contoh tukang kebun dan karyawan dalam Skeptisisme Terbatas model Anthony Flew. Contoh karyawan saya jabarkan tetapi contoh tukang kebun tidak saya jelaskan.
Dan seorang agenmossad yang sedang menyamar di Papua mengajukan pertanyaan di kolom komentar :
Contoh tukang kebunnya mana, bang? 😀
Ternyata si agenmossad bercita-cita jadi tukang kebun penasaran dengan dongeng isapan jempol Flew tentang tukang kebun. Untuk memuaskan keingintahuannya maka bagian pertama ini adalah dongeng si tukang kebun yang skeptis.
Dongeng Tukang Kebun
Alkisah, konon di sebuah negeri antah berantah, hiduplah 2 penjelajah alam yang senang menjelajah hutan rimba belantara.
Pada suatu hari, kedua penjelajah ini menemukan sebuah taman yang terawat rapi di sebuah hutan belantara perawan yang sepertinya belum pernah dikunjungi orang. Di dalam taman itu terdapat banyak bunga dan rumput.
Penjelajah pertama mengatakan bahwa pasti ada seorang tukang kebun yang memelihara dan merawat taman tersebut. Sementara penjelajah yang lain menolaknya.
Mereka akhirnya melakukan tugas jaga bergantian, namun tidak terjadi apapun. Penjelajah pertama tetap yakin dengan pendiriannya tentang si tukang kebun, namun ia berpendapat bahwa si tukang kebun itu pasti kasat mata.
Kedua penjelajah itu membangun pagar kawat berduri yang dialiri listrik dan melepaskan anjing-anjing penjaga untuk berpatroli. Namun kawat itu tidak pernah bergoyang dan anjingnya tidak pernah menggonggong.
Penjelajah pertama tetap yakin akan adanya tukang kebun. Menurutnya, si tukang kebun ini tidak kasat mata, tidak dapat diraba, dan tidak dapat tersengat aliran listrik. Ia tidak berbau, tidak bersuara, dan tidak bisa diinderai, tetapi ia mengasihi dan merawat taman itu.
Penjelajah kedua putus asa menghadapi kawannya. Akhirnya dia cuma bisa bilang : tape deeh….
Kalimat yang terakhir adalah tambahan saya sendiri. 😆 Tapi anda bisa melihat argumen skeptisisme Flew dalam contoh di atas dengan sangat jelas. Argumen Flew bahwa kepercayaan terhadap Tuhan itu dimulai dari “hipotesis yang kuat yang menghilangkan seribu syarat”. Dengan kata lain, hipotesis itu cocok untuk segala situasi, segala kondisi, dan segala-galanya.
Nah, apakah anda sudah puas dengan dongeng ini, agenmossad ? 😆
B. ARGUMEN KONTRA SARTRE
Tulisan saya sebelumnya yang sempat menaikkan temperatur otak saya dan juga menuai komentar bejibun yang salah satunya berbicara tentang trafficking adalah Apakah Allah Ada? : Sebuah Logika Selingan.
Saya hanya ingin mengajukan sebuah kontra-argumen dari Argumen Kemustahilan Jika Suatu Wujud Disebabkan Oleh Dirinya Sendiri yang disponsori oleh Jean-Paul Sartre.
Secara singkat argumennya dapat diringkas sebagai berikut :
- Jika Allah tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain; dan
- Jika segala sesuatu mempunyai penyebab
- Maka, Allah pasti menyebabkan keberadaan-Nya sendiri
- Tetapi mustahil ada Wujud yang menyebabkan eksistensi dirinya sendiri.
Tehsore dalam sebuah komentarnya, mencoba menyanggah argumen itu meskipun dia merendah dengan mengatakan kalau logikanya sendiri jadi ngawur. 🙂 Ini dia :
Cuma untuk logika Sartre yg pertama, sanggahannya mungkin justru menyambung ke omnipotensi..
Bisa saja disanggah dengan pernyataan bahwa Allah menciptakan eksistensinya sendiri karena beliau mampu. Beliau mampu melakukan apa saja sampai yang tidak mungkin seperti tadi.
Kontra-argumen diatas menekankan pada sifat omnipoten Allah yang melampaui hukum sebab-akibat termasuk sebab dan akibat dari eksistensiNya sendiri.
Saya sendiri melihat argumen Sartre diatas merupakan sebuah dilema; ketika Allah berada pada dua posisi sekaligus pada saat yang sama yaitu sebagai sebab dan sebagai akibat. Sementara hukum sebab-akibat adalah “sebuah harga mati” dalam berlogika.
Tanggapan saya sendiri cukup singkat. Pendapat ini mewakili keyakinan kebanyakan penganut teis tentang hubungan hukum sebab-akibat dan eksistensi Allah.
Pertama, Allah bukanlah Wujud yang disebabkan oleh diri-Nya sendiri. Dia adalah Wujud yang TIDAK disebabkan. Mustahil ada Wujud yang disebabkan oleh diri-Nya sendiri, tetapi tidak mustahil ada Wujud yang tanpa penyebab.
Argumen pertama ini punya kelemahan. Karena jelas-jelas melanggar hukum sebab-akibat. Tetapi argumen pertama ini berkaitan dengan argumen kedua.
Kedua, penganut teisme tidak berpendapat bahwa segala sesuatu ada penyebabnya, tetapi bahwa hal-hal yang tidak pasti ada penyebabnya. Suatu Wujud Pasti tidak memerlukan penyebab karena dia ada oleh karena hakikat-Nya sendiri.
Argumen kedua menjelaskan segalanya. Argumen ini berimplikasi bahwa :
- Segala sesuatu mengikuti hukum sebab akibat dikarenakan merupakan wujud yang tidak pasti.
- Allah bukanlah sebuah wujud tidak pasti tetapi merupakan sebuah Wujud Pasti.
- Hakikat dari Wujud Pasti adalah ADA.
Syarat terjadinya kondisi itu adalah adanya perbedaan antara hakikat Allah dan segala-sesuatu-yang-lain. Allah adalah Wujud Pasti yang hakikatnya adalah ADA, sehingga melampaui hukum sebab-akibat dalam konteks eksistensi diriNya sendiri. Sementara yang lain adalah wujud tidak pasti yang selalu tunduk pada hukum tersebut.
*lihat tulisan lama saya yang berjudul “antara ada dan tiada“*
Kelemahan dari argumen ini adalah adanya suatu penegasan tentang Wujud Pasti yang mempunyai beberapa kelemahan juga. Argumen Anselmus dan Hartshorne tentang Wujud Pasti dapat dilihat di tulisan Apakah Allah Ada? : Sebuah Logika Selingan di bagian 1.2.b.
*********
Itu saja bagian memusingkan dari dongeng tukang-kebun ala Flew dan dongeng eksistensi ala Sartre. Saya yakin tulisan ini memusingkan, tetapi anggaplah sebagai dongeng belaka. 😆
Dan moga-moga setelah postingan ini, tulisan-tulisan berikutnya semakin berat-berat.
ayo semangat semangat! belum pusing nie cak!
balik lagi..
ternyata pusing juga mikirin ini: mereka dapat kawat dan listrik itu dari mana ya kan di tengah hutan?
Mas, kalau saya di suruh milih pilih rasional atau iman. Saya pilih iman.
itu kalau ia menjadi suatu pilihan, yang demokratis tentu saja.
Karena dipikir-pikir akal itu ternyata tidak lebih baik dari iman, kadang mbingungin sangat 🙂
Analogi Flew yang itu kayaknya termasuk karya beliau di “awal-awal karir” sebelum “murtad” ke paham deistik. Tapi sepertinya masih berlaku sebagai argumen, sebab Flew sendiri masih menerbitkan buku-buku lamanya. Skeptisisme mesti dijaga ke dua arah laaah. 😀
BTW, dongeng yang senada juga pernah diceritakan oleh Carl Sagan, “Naga di Garasi”. Sepertinya lebih populer.
Soal argumen Sartre, kemustahilan Tuhan, dan sebagainya, saya memilih mengikuti Diderot saja: tak ambil pusing, akademik itu ™! Bahasa Zen-nya, “apa kita paham atau tak paham, faktanya juga bakal begitu-begitu juga”.
*dikemplang*
*kabur*
.
Nganu,….
Errrr,….
Mungkin si penjelajah pertama mengidap waham…..
Siapa yang bilang itu hutan? Taman itu sebenarnya kota, tapi penduduk memperlakukan hutan itu sedemikian rupa supaya seolah hutan itu masih perawan. Memang begitulah seharusnya manusia memperlakukan hutan. Hayoo..tambah bingung, kan?
Mmm..tulisan mas, kayaknya bergubungan dengan tulisan saya
salam kenal….
wah semuanya berputar di alam fikiran ya… menurutku keduanya berpespsi karena adanya taman di hutan… kalau mereka berpesepsi bahwa hutan di sana itu indah, tidak seperti hutan di sebelahnya mungkin diskusi mereka akan lain… mungkin….
ada nggak pak…. pertanyaan filosof yang bertanya, “kenapa saya bisa berfikir?” cerita dong… soalnya aku nggak punya latar belakang ilmu psikologi ma filsafat…
trus bagaimana kaitannya ma perasaan… soalnya yang aku tahu… kalo lapar baru berfikir cari makanan… kalo merasa kehilangan baru mencari… karena merasa kosong baru berfikir mencari pengisi…
kenapa para filosof berfikir seperti itu? perasaan apa yang melandasinya?
maaf aku belum mencari di tulisan oom yang lain, peralatanku terbatas, lagi di hutan, nanti kalo cuti ke kota baru baca2 yang lain…
ok tengkyu…
Itu pasti Mossad!!! Cuma agen2 Israel yang mampu menyusup se-tak kasat mata itu!! 😈 😆
@jensen99
bukan mossad… pasti makhluk jadi-jadian…
@ det :
Kan namanya cuman dongeng, mas… 😉
@ bodrox :
Ah, saya terlalu berakal untuk mendahulukan iman, dan saya terlalu beriman untuk mendahulukan akal. 🙂
@ Geddoe :
Yup, betul. Itu ketika Flew masih asyik dengan positivisme-logis dan skeptisnya terhadap agama. Sebenarnya tidak terlalu awal karena baru beberapa tahun belakangan ini saja Flew beralih ke deisme, sementara karya-karyanya dari tahun 50-an sampai 80-an masih bertema skeptis terhadap agama.
Lha, saya malah belum pernah dengar dongeng ini. Mau jadi pendongengnya ? 😉
Hahahaha…. sepertinya Abu Geddoe ini sama dengan Mas Gentole ketika menanggapi tulisan saya yang sama (Apakah Allah Ada?) 😆
Ini cuma sebuah contoh bagi mereka yang merendahkan akal dan menaruhnya di balik ketiaknya, ketika ternyata si akal bisa berteriak lebih jauh. Anggap saja bagian dari pencarian, dan salah satu caranya adalah lewat model ini.
Atau mungkin pencariannya bisa memakai model yang lain. 🙂
@ Mbelgedez :
Mungkin mas…. tapi tulisan ini tidak bicara tentang schizoprenia dan kawan-kawannya…. 🙂
@ Vicky :
Kata Opa Flew, itu benar-benar hutan dan itu benar-benar taman. Mungkin bisa kasih saran buat Opa Flew ? 😉
@ godamn :
Ada. Bahkan pertanyaan “siapa saya” dan “apa arti keberadaan saya” juga ada. Tapi satu-satu dulu, nanti dibahas kalau yang punya blog lagi mood. 🙂
@ agenmossad :
Ya..ya… agenmossad yang menyamar jadi tukang kebun… 😆
Bisa dilihat di [sini]. 🙂
Tapi ya itu ‘kan sudut pandang empirisisme; memang terkesan “cari aman”. Kalau kata ustadz-ustadz; “kalau meragukan, lebih baik tak usah dimakan”.
*analogi yang ironis*
Ada kentut sedikit suara,baunya sangat busuk.
Ada kentut nyaring bunyinya,sedikit baunya.
‘ngomongin kentut aja dulu,yang ente semua ngalamin.baru ngomongin tuhan.’oke’…
Ketika saya menjelaskan tentang skeptisisme dan varian-variannya di tulisan saya sebelumnya, saya memberikan contoh tukang kebun dan karyawan dalam Skeptisisme Terbatas model Anthony Flew