Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Psychology’ Category

hanya sebuah catatan…..




Saya tidak pernah memanggilnya wanita. Entah karena saya terlanjur mengidentikkan wanita dengan istilah wanita tuna susila (WTS) atau karena saya sok jadi seorang feminis, atau mungkin karena bagi saya kata wanita tidak menyingkap secara luas misteri kaum ini. Atau karena alasan-alasan lain yang tidak saya mengerti.

Saya menyebutnya perempuan. Karena bagi saya, kata ini bisa menjelaskan betapa kontradiktifnya jika membandingkan sebuah istilah dengan kenyataan. Merekalah sang empu, kaum yang dihormati. Istilah yang sejak ribuan tahun disakralkan dalam berbagai ritual kepercayaan dan dalam berbagai peninggalan kebudayaan. Hanya merekalah yang bisa disebut ibu bumi, ibu pertiwi, dewi kesuburan, dewi kecantikan, dan macam istilah lain.

Tapi istilah itu seakan lenyap dan hanya tinggal sebagai istilah. “Perang” yang terjadi selama ribuan tahun antara kedua gender (meminjam istilah Chafetz dan Blumberg, juga Erich Fromm) menempatkan mereka dalam strata yang marginal. Terlalu sosiologis dan psikologis memang. Tetapi kenyataannya memang begitu. Dan itu jugalah yang sedang terjadi di berbagai belahan dunia.

Membaca majalah Time edisi 9 Agustus 2010, saya memalingkan muka dan berdesah. Bukan karena cover depan itu tidak pantas untuk ditampilkan, tetapi karena saya tidak mempunyai keberanian untuk melihatnya. Melihat kaum yang saya hormati ditampilkan dalam bentuk seperti itu.

Membicarakan perempuan memang tidak ada habisnya, bahkan jika itu dibicarakan oleh di lembaga-lembaga ilmu sosial atau oleh laki-laki tukang menggosip. Selalu ada cerita tentang mereka. Pembicaraannya pun beragam, mulai dari sekedar subyek gosip di arisan-arisan sampai pembicaraan tentang kesetaraan dan pemberdayaan di lembaga pemerintahan.

Tetapi bagi saya, membicarakan mereka adalah membicarakan tentang sebuah kaum yang dihormati, seperti namanya : perempuan. Mereka dinamai perempuan bukan karena sebagai lawan dari lak-laki. Mereka dinamai perempuan bukan karena mereka tidak memiliki penis. Mereka dinamai perempuan bukan karena mereka mempunyai vagina dan rahim. Mereka dinamai perempuan karena, sesuai namanya, mereka layak dihormati. Bukan seperti yang ditampilkan dalam cover majalah Time dan cerita yang ada di baliknya.

Tapi mungkin istilah itu perlu dihilangkan. Apalagi ketika berhadapan dengan kekuasaan yang diselimuti oleh pembenaran, apa saja termasuk agama.

Ini hanya sebuah catatan belaka. Dan saya masih memalingkan muka ketika melihat cover majalah Time 9 Agustus 2010.

Read Full Post »

  • lanjutan dari sini
  • ini cukup panjang dan melelahkan
  • maaf kalau sedikit berantakan karena editnya terburu-buru
  • selamat menikmati πŸ˜†

(lebih…)

Read Full Post »

  • sebuah tulisan lama berseri dan tak beraturan
  • sebagai pembayar hutang bagi yang merasa dihutangi πŸ˜†
  • panjang dan membosankan
  • tentang sains dan agama
  • semoga anda betah membacanya

Tulisan ini intinya adalah sebuah komentar atas sebuah buku. Tidak ada yang istimewa. Yang menjadi istimewa adalah karena buku tersebut adalah sebuah buku yang mencoba membahas Sains dan Agama dari sudut pandang apologetika dan polemik khususnya apologetika Kristen. Bukan maksud saya untuk mengungkap kejelekan agama sendiri tetapi anggaplah ini sebagai sebuah apologetika atas apologetika. πŸ™‚

(lebih…)

Read Full Post »

  • sebuah catatan iseng
  • jika anda mengharapkan content porno disini, maka anda akan pulang dengan kecewa. πŸ˜†

Milton Rokeach, seorang psikolog yang tidak terlalu terkenal, pernah menulis 2 buah buku yang lumayan tenar di lingkup psikologi : (1) Beliefs, Attitudes, and Values; dan (2) The Open and Closed Mind. Buku yang pertama bercerita tentang konsep beliefs (kepercayaan), attitudes (sikap) dan values (nilai). Sebuah konsep klasik yang menjadi fondasi teori-teori dalam psikologi khususnya psikologi sosial.

more sajalah…

Read Full Post »

Secara terpisah di Jakarta, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo sepertinya masih enggan memberikan informasi terkait hasil ujian nasional. Wewenang mengumumkan hasil ujian nasional dilimpahkan sepenuhnya kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

”Yang berwenang mengumumkan itu BSNP. Saya juga tidak tahu. Itu kompetensi dari BSNP untuk menjawab,” ujarnya.

(Kompas – 16/06/2008 -)

Ya…ya… saya mengerti Pak Menteri. Ringkasnya, pengumuman hasil Ujian Akhir Nasional 2008 merupakan wewenang dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), seperti kata anda.

Tapi setelah saya dolan ke situs BSNP ternyata kok lain, pak :

apanya yang lain, fer ?…

Read Full Post »

Older Posts »