Lebih dari 20 juta orang pilih SI***TI, ngapain beda…
Iklan diatas sering kita lihat di layar televisi. Adegan yang ditampilkan juga beragam, mulai dari seorang penonton sepak bola yang salah tempat sampai seorang penari saman yang bergerak tidak sesuai irama. Promosi dari iklan itu berisi suatu ajakan untuk mengikuti “selera’ dari sekitar 20 juta orang yang memakai sebuah produk kartu telepon seluler prabayar.
Yang menarik dari iklan itu adalah kata-kata terakhirnya : ngapain beda… π Membicarakan perbedaan di negeri ini seperti membicarakan sesuatu yang “menyengat” dan “membakar” kuping. Perbedaan selama ini memang diakui sebagai sebuah kenyataan, tetapi sangat malu (atau memalukan) jika diungkap dan dibicarakan keluar. Perbedaan “sepantasnya” memang harus disimpan rapat-rapat, dan persamaanlah yang harus ditonjolkan. Demikian doktrin yang kita pelajari selama puluhan tahun hidup di negeri ini. Bahkan konon katanya kebijakan pakaian seragam di sekolah adalah dalam upaya menyamakan bukan saja penampilan fisik tetapi juga pemikiran orang-orang yang akan dididik. Ini katanya lho…
Kata-kata “ngapain beda” mengingatkan saya akan sebuah fenomena yang selama ini ada tetapi jarang disadari, yaitu konformitas (conformity). Konformitas adalah sebuah fenomena sosial dimana seseorang menyesuaikan tingkah laku, sikap, dan pandangan agar sesuai dengan orang lain (kelompok). Di dalam konformitas ada suatu “tekanan” yang tidak kelihatan dari lingkungan sekitar yang memaksa seseorang agar bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan kelompok. Bahkan tingkat konformitas itu beragam, mulai dari yang sekedar ikut-ikutan sampai pada ketaatan total (from conformity to obedience). Tekanan itu pada dasarnya tidak ada, tetapi menjadi ada karena dipersepsikan oleh seseorang.
Tujuan dari konformitas sangat banyak tetapi pada umumnya seseorang merasa lebih diterima oleh kelompok jika bertingkah laku dan bersikap sesuai dengan lingkungan sekitar. Dalam suatu situasi yang ambigu, dimana lebih banyak ketidakjelasan, orang biasanya mengambil sikap sama dengan orang lain. Untuk apa beda jika beda bisa membuat lebih banyak kebingungan ? Begitu mungkin katanya. Siapa yang mau bertingkah laku aneh sendiri yang berbeda dari kelompok ?
Konformitas dan non-konformitas juga berhubungan dengan hal-hal lain yang mendasari budaya suatu masyarakat. Dalam hal ini adalah konsep individualism-collectivism yang dikemukakan oleh HC Triandis. Gampangnya begini : Collectivism adalah suatu kecenderungan bertingkah laku pada seseorang yang lebih condong pada mengikuti perilaku kelompok. Apa yang ditampilkan oleh kelompok, maka itu jugalah yang diikuti oleh seseorang. Fokus dari dirinya adalah adanya keharmonisan dalam kelompok dan seluruh tingkah lakunya diarahkan agar TIDAK BERBEDA dan SELALU SAMA dengan kelompok. Individualism berbeda lagi. Seorang bertingkah laku adalah untuk menunjukkan jati dirinya sendiri. Diri sendiri adalah yang terutama sementara kelompok adalah urusan belakangan.
Collectivism lebih banyak ditemukan pada budaya Timur (Asia dan Afrika). Pada kebudayaan ini, penghargaan seseorang terhadap kelompok lebih besar dibandingkan penghargaan terhadap diri sendiri. Seseorang sangat menghormati dan menghargai peran kelompok (keluarga, institusi, dll) dibandingkan dirinya sendiri. Sebagai contoh misalnya adalah mengenai Transmigrasi. Dulu banyak orang yang menolak untuk mengikuti transmigrasi karena satu alasan sederhana : tidak mau berpisah dengan kelompok. bahkan semboyannya saat itu : mangan ora mangan, kumpul.. π Yang terpenting adalah berkumpul.
Sementara Individualism lebih banyak ditemukan dalam budaya Barat (Eropa dan Amerika). Disini, penonjolan karakter pribadi adalah hal yang terutama bagi seseorang. Seseorang dianggap sebagai “manusia” jika mampu memberikan sesuatu yang berbeda dibandingkan orang lain. Seseorang bisa menjadi “kuper” atau tidak populer jika tidak bisa menampilkan sesuatu yang berbeda dari orang lain, sesuatu yang sering kita lihat di film-film barat.
Lalu apa hubungannya konformitas dengan kolektif-individualis ? Konformitas adalah sesuatu yang sering ditemui dalam masyarakat kolektif. Walaupun hal itu juga bisa ditemui di masyarakat individualis. Artinya, di Indonesia, konformitas adalah sesuatu yang banyak ditemui dimana-mana, menjadi sesuatu yang lazim dan justru “dibutuhkan” agara memperoleh pengakuan dari lingkungan sekitar.
Di dunia blog juga seperti itu. Saya yakin banyak yang konform agar dapat diterima oleh komunitas “maya” tempatnya bergabung. Banyak yang mengikuti dan menjadi antek-antek π dari seseorang yang dianggap sebagai hero dan dipersepsikan sebagai suara yang mewakili kelompok. “Kelompok” dianggap sebagai kekuatan yang mampu memaksakan sesuatu kepada seorang blogger, dan akhirnya blogger itu mengadopsi cara-cara dan gaya dari beberapa “oknum” yang dianggap sebagai tetua dan sesepuh di dunia blog. Hal ini bukanlah sesuatu yang salah, tetapi menjadi kebablasan ketika akhirnya karakter dan ciri diri sendiri menjadi hilang ditelan ganasnya gelombang konformitas itu.
Justru didunia anonim inilah karakter atau ciri khas seseorang seharusnya ditonjolkan karena kita tidak berhadapan face-to-face (atau vis-a-vis ?) dengan orang lain. Kita tidak berhadapan dengan kelompok, dan belum tentu ada yang mengenal kita. Dengan menonjolkan sisi “ketidaknormalan” kita, justru kita menjadi tidak konform dan justru kita bisa menjadi terkenal.
Saya ambil contoh beberapa blog yang, menurut saya, mampu menampilkan ciri khasnya sendiri dan karakter yang berbeda dibandingkan yang lain, misalnya Bung Joesatch yang mendeklarasikan dirinya sebagai seorang bajingan dan ingin berteriak sekencang-kencangnya (nggak tahu berteriaknya dimana… π ), juga Pak Budi Rahardjo, yang bercerita dengan gaya yang santai tapi penuh dengan ilmu, atau Kang Kombor yang bicara lebih daripada apa adanya π . Ada juga Mas Akhmad Murtajib yang sedang mempromosikan kearifan (lokal) dan Islam menurutnya sendiri, juga ada wadehel, yang sepertinya sudah banyak yang tahu seperti apa, juga ada Pak Guru Petruk yang merendah mengatakan sedang belajar menulis dan juga mempromosikan jaringan guru, juga ada Mbak Nur Aini Rakhmawati yang “mengeluh” mengapa hanya sedikit wanita di dunia programmer, juga Kang Adhi dengan tulisannya yang bernas, merdeka dan mencerahkan. Dan ada lagi Mas Anang, yang sekarang lagi ingin menyanyikan lagu Kerispatih π , juga Bung Rovicki dengan catatan geologinya yang menakjubkan, atau om Passya yang selalu optimis meski merendah dengan celoteh sumbangnya.
Konformitas adalah sebuah kenyataan, tetapi menampilkan diri sendiri dengan cara yang berbeda tidak serta merta membuat seseorang kehilangan konformitasnya. Belum tentu mereka yang berteriak dengan cara yang berbeda di blog akan menampilkan hal-hal yang berbeda juga di dunia nyata. Saya sendiri sedang mencari karakter seperti apa yang ingin saya tampilkan, walaupun demikian kiranya apa yang ditulis disini sudah menyatakan seperti apa saya.
Jadi mengapa harus sama jika bisa berbeda ? Lebih dari 20 juta orang pilih SI***TI, ngapain sama ? Lebih dari 600 ribu blog di wordpress, ngapain sama ?
Demikianlah kuliah hari ini… π (halah…sok tua lagi…!!)
mereka perlu banyak buka-buka
bukublogenakan beda. kalo sama semua, bosen!
Bagaimana jika slogannya dibalik Pak. π
“Kalau memang beda mengapa harus sama”.
Tulisan seperti ini diperlukan untuk menggugah kebiasaan “sendiko dawuh”, walaupun tahu yang di-sendiko-kan salah.
@cakmoki
kalo saya perusahaan advertising yang menangani XL ato indosat or mobile8, maka ide anda itu akan saya implementasikan..
Kenapa harus sama? Soalnya kalo sama, yang diuntungkan adalah Si***ti, hahaha…
Dari beberapa artikel, saya mendapat impresi bahwa Si***ti itu adalah nomer 1 dari segi jumlah pelanggan. Pantaslah kalau ia ingin mengembangkan sayapnya lebih lebar lagi dengan mengajak masyarakat untuk bergabung ke “mainstream.” Di mana-mana mainstream selalu menjanjikan keuntungan yang lebih menggiurkan, bukan? π
Iklan “mengapa harus sama” barangkali akhirnya bakal dipake sama operator telepon nomer 2 π
@ joesatch :
benar sekali joe… π
@ kikie :
memang enak beda, tapi sama juga bisa “enak” lho… π
@ cakmoki :
yang bikin bingung justru “kalau memang beda, mengapa harus beda ?” π
@ passya :
ditunggu implementasinya, tapi kapan ? π
@ cay :
kalau saya, cay, lebih suka yang alternatif.
Sebenarnya kodrat alami ciptaan Tuhan adalah perbedaan tidak satupun yang sama atau identik. Penyeragaman adalah pelanggaran hukum ilahi… bener gak yahk?
@ helgeduelbek :
betul sekali pak guru…
[…] irama mayoritas. Iklan diakhiri dengan “sekian puluh juta orang tak mungkin salah pilih, ngapain beda?“. Diharapkan konsumen akan meyakini bahwa pilihan orang banyak pasti benar, berani beda […]
bener juga orang punya gaya dan karakter penulisan sendiri
tergantung lingkungan yang mempengaruhinya
saya sendiri juga bingung arah blog penulisan saya
yang terpenting nyante aja
tetep nulis buat dokumentasi pribadi
Alhamdulillah kalau berguna bagi orang lain
Ngapain sama mending beda gw banget gitu loch
“beda” dan “sama” keduanya perlu, beda kartu sama-sama bayar mas! #$!@*%&~
Saya buta warna tapi sama sekali tidak suka sama yang namanya monokrom, monotone dan keseragaman!
Penting gak ya comment saya?
Kalo nggak penting memangnya kenapa?
Viva freedom of speech!
[…] Sudah bukan rahasia lagi bahwa sebagian besar (untuk mengganti kata hampir semua) teori-teori yang saya pelajari dulu semasa kuliah berasal dari Barat (US dan Eropa). Hampir semua teori psikologi yang diaplikasikan di negeri ini berasal dari Barat dan mempunyai sampel penelitian orang sana. Padahal ada perbedaan besar antara “orang Barat” dan “orang Timur” yang membuat Mahbubani mempertanyakan Apakah Orang Asia Bisa Berpikir ? Salah satunya adalah Collectivism-Individualism oleh HC Triandis yang pernah saya tulis di Mengapa Harus Sama ? […]
HeLoi..
aq ada tugas kampus yg ngebahas tentang KOnformitas dalam film VirGin…
punya referensi bukunya gak mas ?
thx be4
FS : superfenda@yahoo.com
hallo…aku da tugas tentang sosiologi konformitas dan perilaku penyimpangan. klo da yang punya bahan tolong kirim ke e-mail aq yaaaaaaaa……..thanks
beda itu kan asyik banget, indah lagee…..!!!!!!!!! contohnya aja pelangi…………warnanya beda, indah kan, perbedaan itu kan memberikan warna dalam hidup. kalau semua sama berarti ga ada yang menarik, ga ada tantangan dan ga ada yang bisa didiskusikan, diperdebatkan karena semua sama…………
[…] sesuai irama mayoritas. Iklan diakhiri dengan βsekian puluh juta orang tak mungkin salah pilih, ngapain beda?β. Diharapkan konsumen akan meyakini bahwa pilihan orang banyak pasti benar, berani beda berarti […]