- cukup panjang
- berisi review blog
- melihat potret kesukuan
- tidak ada unsur melecehkan
Seperti janji saya di [tulisan ini], saya berjanji akan memberikan review atau sedikit analisis atas blog-blog yang pernah dan sering saya kunjungi. Dan dari sekian banyak blog, akhirnya saya memilih salah satu blog untuk mencoba dibahas dengan sedikit serius.
Serius ?
Ya, karena setiap kali saya mengunjungi blog tersebut, saya tidak bisa menahan tawa. Selalu saja ada yang bisa membuat saya tertawa setelah membaca isi blog tesebut.
Dan blog yang saya review kali ini adalah :
mulak ma hita amang, nunga naeng ro udan
Saya sendiri adalah orang Batak. Walaupun demikian, karena lahir, bersekolah, dan besar di Papua (Irian) maka boleh dikatakan bahwa “kebatakan’ saya sudah sedikit tercemar. Ini lebih berarti bahwa sifat-sifat orang Batak, yang selama ini menjadi stereotip kesukuan yang cukup dikenal, hampir tidak tersisa pada diri saya. Mungkin anda lebih tahu stereotip kesukuan yang melekat pada orang Batak. π
Tetapi saya masih mengetahui dan cukup mengerti tentang adat Batak termasuk Bahasa Batak walaupun tidak terlalu aktif. Cukup mengerti tentang tarombo, paradaton, musik tradisional, dan banyak hal lain tentang Batak.
AWAL
Kalau kita bicara tentang Batak, yang terpikir dalam benak kita adalah suatu suku di Indonesia yang berasal dari daerah Sumatera Utara. Tetapi yang sering lupa dilihat adalah bahwa ternyata yang bernama suku Batak itu bukanlah satu suku yang tunggal dan tidak terbagi-bagi. Suku Batak terbagi atas beberapa subsuku-subsuku yang mendiami suatu daerah mulai dari utara berbatasan dengan Aceh sampai ke selatan di perbatasan Sumatera Barat/Riau. Dari sebelah barat dibatasi Samudera Hindia sampai ke timur di Selat Malaka.
Dari beberapa pembagian yang saya ketahui, suku Batak seringkali dibagi dalam 5 subsuku, yaitu : Toba, Karo, Simalungun, Dairi, dan Mandailing. Tetapi ada juga yang membagi suku Batak bahkan menjadi 11 subsuku dengan menambah subsuku lainnya, yaitu : Pakpak (dipisahkan dari Dairi), Angkola (terpisah dari Mandailing), Alas-Gayo-Kluet (Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Tenggara), Nias (P. Nias), Batak Melayu (Pesisir Timur), dan Batak Pasisir (Pantai Barat Sumut). Masing-masing subsuku mempunyai bahasa sendiri-sendiri, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang membuatnya berbeda dengan yang lain.
Tetapi jika kita mengatakan istilah “Batak” maka yang dimaksud biasanya selalu adalah subsuku “Batak Toba”. Subsuku-subsuku lainnya biasanya tidak memakai istilah Batak didepannya, misalnya subsuku Batak Karo lebih sering disebut Karo, atau orang Simalungun yang lebih sering dipanggil Simalungun dan bukan Batak Simalungun.
Dan istilah inilah yang juga digunakan oleh Blog Kartun Batak ketika mencoba mengungkapkan sisi lain orang Batak. Yang dimaksud dengan “Batak” dalam blog tersebut adalah “Batak Toba” dan bukan yang lainnya. Ini bisa diketahui dari bahasa yang digunakan yang hampir semuanya menggunakan bahasa Batak Toba.
TENGAH
Umum
Yang dimaksud dengan “Batak” dalam blog ini adalah “Batak Toba”. Hal ini karena pemilik Blog ini adalah seorang bersuku Batak Toba. Dan tidak heran, setiap keunikan orang Batak yang digambarkan juga adalah khas orang Batak Toba.
Blog ini sendiri membagi kartun-kartunnya dalam 4 kategori, yaitu Kartun Batak, Kartun Nabi, Orang Batak, dan Uncategorized. Saya sendiri tidak terlalu mengetahui alasan dibalik pengkategorian tersebut.
Penulis blog Kartun Orang Batak mempotret sisi kehidupan orang Batak, baik yang masih di tanah asalnya ataupun yang sudah merantau. Temanya-pun beragam, ada penggambaran tentang sifat dan karakteristik suku Batak yang selama ini diyakini melekat pada orang Batak, ada penggambaran alternatif tentang adat-istiadat Batak, ada penggambaran tentang sisi religiusitas (Kristen) orang Batak, dan ada juga penggambaran tentang hal-hal lain yang dihubungkan dengan orang Batak.
Khusus
Ada beberapa kekhususan yang ada di blog ini. Jika kita melihat secara keseluruhan blog ini, maka kita bisa mengetahui ada ciri-ciri khusus yang ada. Saya membedakannya dari kategori-kategori yang dibuat oleh Bang Jephman, si pemilik blog.
- Kartun-kartun yang ada kebanyakan menggambarkan sisi stereotip kesukuan orang Batak. Ada cerita tentang orang Batak yang jago berdebat dengan polisi sehingga cocok jadi pengacara, ada juga yang belajar dengan bermain jokker karo, ada cerita tentang jemaat gereja yang suka berkelahi, dan ada juga cerita tentang ruang pengadilan yang diisi semuanya oleh orang Batak, dan ada juga yang menyanyi di lapo.
Dalam tema ini, kita bisa langsung melihat bahwa stereotip yang melekat pada orang Batak. Bahwa orang Batak itu mempunyai beberapa “kebiasaan” yang langsung bisa dikenali sebagai “kebiasaannya orang Batak”, setidaknya secara umum. Misalnya saja : orang Batak suka berdebat, orang Batak suka bermain kartu (berjudi), orang Batak suka berkelahi, orang Batak akrab dengan hukum, dan orang Batak senang menyanyi.
Setidaknya ini jadi gambaran kesukuan bahwa dalam diri orang Batak memang selalu melekat stereotip demikian. Dan terlebih lagi penggambarannya lebih banyak bernuansa Batak perantauan.
- Kartun-kartun yang ada juga menggambarkan sisi lain diluar ke-Batak-an yang bisa dihubungkan dengan suku tersebut. Selalu saja ada gambaran dari luar yang bisa dijadikan referensi kebatakan, walaupun tidak selalu berhubungan dengan suku Batak.
Misalnya kartun tentang menjadi tukang tambal ban, formasi sepakbola HarTap, angkot di Bandung yang diisi oleh orang Batak, dan yang lain.
- Kartun yang menggambarkan tema-tema keagamaan dan dihubungkan dengan suku Batak. Tema ini adalah tema yang cukup banyak mendapat porsi dalam blog tersebut. Saya sendiri tidak tahu alasannya. Masalahnya, suku Batak adalah suku yang secara umum menganut agama Islam dan Kristen/Katolik. Tetapi dalam kasus ini, dengan memakai identitas subsuku Batak Toba, yang kebanyakan beragama Kristen, maka yang tampak dalam blog tersebut juga adalah sisi Kekristenan yang dihubungkan dengan suku Batak. Apakah ini salah ? Tidak.
Tetapi kartun-kartun itu seolah-olah menyatakan bahwa Batak [Toba] identik dengan Kekristenan. Jika kita berbicara Batak maka seharusnya makna terselubung di baliknya adalah Kekristenan. Adat dan sifat-sifat suku Batak dan Agama Kristen menjadi satu dan sulit mengurainya kembali. Dan inilah yang rentan untuk disalahpahami ketika ada orang Batak yang beragama lain memahami kartun itu dalam konteks keagamaannya dan bukan dalam konteks kesukuannya.
Kartun Orang Batak dalam beberapa kartunnya menggambarkan hal tersebut, misalnya tentang jamita (kotbah) tepat guna, dasar batak lu, ayat-ayat cinta, sai holan marbadai, molo di tano batak, dan lain-lain.
AKHIR
Ada beberapa point utama yang bisa kita perhatikan ketika mencoba memotret sebuah sisi dari elemen kesukuan yang dikategorikan SARA di negeri ini. Point-point ini mencoba menggambarkan dengan jujur arti dari sebuah gambaran suatu suku yang cukup besar di Indonesia, yaitu suku Batak.
Dan ini beberapa diantaranya.
- Ketika kita menggambarkan sebuah sisi dari golongan (suku/agama/jenis kelamin, dll) tertentu, maka selalu muncul suatu Stereotype dari golongan tersebut. Stereotype yang muncul bisa berupa hal yang negatif maupun positif. Penggambaran seperti, orang Batak keras dan tegas, orang Jawa kalem dan lembut, orang Bali seniman, orang Minang suka dagang, orang Maluku suka menyanyi, dan lain sebagainya adalah suatu stereotype kesukuan yang biasanya muncul ketika kita membahasnya.
Tetapi yang perlu diingat, stereotype itu [apalagi yang negatif] bisa berujung pada Prejudice (prasangka), Discrimination (diskriminasi) dan pelecehan etnis, bahkan pada konflik antar etnis. Hal itu pernah terjadi di negeri ini kalau kita melihat sejarah bangsa ini.
- Ada identitas-identitas lain yang bercampur ketika kita mencoba melihat suatu konteks kesukuan di negeri ini. Suatu suku identik dengan identitas lain yang berasal dari luar dan bercampur dengan identitas kesukuannya.
Saya ambil contoh identitas agama. Ketika kita membicarakan sebuah suku, tanpa sadar elemen keagamaan masuk menjadi bagian dari elemen kesukuan. Akhirnya kitapun sulit memisahkah kedua elemen tersebut. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa penyebaran agama sering memakai jalur tradisi dan adat yang ada pada suatu suku.
Misalnya ketika kita bicara tentang suku Aceh dan Minang, pada umumnya kita bicara juga tentang Islam. Kalau kita bicara tentang suku Minahasa atau Irian, maka identitas Kristen pun turut dibicarakan. Ketika kita bicara tentang suku Bali maka otomatis identitas Hindu juga masuk. Begitu juga yang sering terjadi dengan suku-suku lainnya.
- Penggambaran suatu suku dengan menggunakan identitas keagamaan adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari. Itu adalah hal yang wajar. Tetapi yang sering menjadi masalah adalah ketika identitas itu menyatu dan sulit diurai. Orang lalu melihat potret suatu suku dengan memakai perspektif keagamaannya, apalagi jika ada yang berbeda agama. Dan terkadang orang yang menggambarkan potret kesukuan itu juga memasukkan identitas keagamaannya dalam penggambarannya tentang sukunya sendiri.
Ini bukan hal yang salah. Bukan sama sekali. Tetapi ini sering jadi masalah ketika persepsi orang lain lebih sering menggunakan perspektif keagamaan dan bukan perspektif kesukuan. Dan salah persepsi ini akhirnya bisa berakibat lain.
Ini juga terjadi pada Blog Kartun Orang Batak. Pada postingan tentang Ayat-Ayat Cinta dan Alamaaak! sebagai contoh, rentan untuk disalahpahami jika tidak memakai konteks kesukuan. Saya tidak memperdebatkan isinya tetapi mencoba mempertanyakan, apakah potret itu adalah benar potert orang Batak ? Atau apakah yang melihatnya memakai konteks kesukuan dan bukan konteks lainnya ? Ini adalah pertanyaan utamanya.
- Blog Kartun Orang Batak mengungkapkan sisi lain kehidupan dan karakteristik suku Batak. Banyak hal yang menjadi pengetahuan bahwa inilah “Batak”. Inilah “Batak” dengan segala dinamikanya. Apakah sisi itu adalah penggambaran umum orang Batak atau hanya menghubungkan, saya tidak tahu. Kita bisa menanyakan ini pada si pemilik blog. π
Tetapi dari beberapa komentator “orang Batak” yang ada di blog itu, saya mengambil kesimpulan awal bahwa inilah penggambaran orang Batak. Saya setuju dengan penggambaran “kebatakan” dalam blog itu, walaupun harus tertawa miris melihatnya. π Misalnya postingan tentang Jamita Tepat Guna, saya tertawa melihat banyak jemaat yang tertidur, dan saya lebih tertawa melihat isi kotbahnya yang mengungkap “lapangan kerja Orang Batak” yang disebutkan “tukang tambal ban” dan “supir bus”. π
- Menertawakan suatu stereotype kesukuan [dalam bentuk kartun] memang βberesikoβ. Orang lain bisa dengan mudah mengatakan isinya tendensius, melecehkan, menghina, diskriminatif, dan berbagai tuduhan lain.
Tetapi yang perlu diingat, menertawakan berada dalam konteks penggambaran yang jujur tentang sifat dan karakter tertentu dari suku tertentu. Mungkin penggambarannya satir tetapi yang saya amati dari Kartun Orang Batak, tidak ada tendensi menghina disitu.
- Saya sendiri berharap ada blogger lain yang mencoba menggambarkan sisi kesukuan dirinya dalam bentuk alternatif, misalnya berbentuk kartun atau humor. Tujuan utamanya adalah untuk melihat sisi lain dari sebuah suku dengan pengungkapan yang jujur, walaupun terkadang membuat kita “tertendang”.
Karena seringkali masalah utama yang menjadi penyebab konflik antar etnis di Indonesia adalah ketidaktahuan akan karakter dan sifat-sifat suku lainnya. Lalu yang muncul adalah stereotype negatif, mengarah pada prasangka, dan akhirnya berujung konflik.
************
Sepertinya itu saja review bernuansa sosiologi dari blog Kartun Orang Batak π Tidak ada tendensi apa-apa disini, mungkin hanya sekedar pujian ditambah sedikit kritik.
Saya sendiri heran melihat blog ini. Hampir tidak ada tulisan yang membahas tentang “kebatakan” meskipun saya orang Batak. Saya memang merasa sedikit takut salah kalau mencoba membahas tentang suku Batak karena pengetahuan saya tentang suku, adat, tradisi, dan bahasa Batak sangat rendah. Saya hanya sering menulis lirik lagu-lagu Batak yang saya sukai. Dan berangkat dari tulisan ini saya menambah satu kategori lagi yaitu “Batak”.
Dan saya minta maaf yang sebesar-besarnya terhadap pemilik Blog Kartun Orang Batak dan juga yang lainnya kalau ada tulisan diatas yang menyinggung atau kurang tepat. Itu lebih karena ketidaktahuan saya yang mendalam tentang suku Batak.
ps :
- Terima kasih buat pemilik blog Kartun Orang Batak yang sudah memberikan ijinnya. Maju terus, Lae…!!
- Sumber diambil dari berbagai artikel. Sumber utama adalah Blog Kartun Orang Batak.
- I’m a Lumbantobing, marhula-hula tu marga Manalu. π
wuih! serius bangeeeets!
Benar… Benar, Bang.
Maka kadang-kadang saya suka melihat para negro-negro di Amerika bisa saling meledek dengan kata-kata “kiss my black @ss” atau “nigga”, bahkan dengan para bule sekalipun. Tentu saya bukan penggemar kebebasan liberal ala AS demikian, namun dalam hal tidak su’udzan atau berburuk sangka dalam berkelakar demikian, saya suka.
Saya sendiri sering kok berkelakar dengan tema suku atau malah agama saya sendiri. Biasanya dengan bocah Nias yang protestan ini π
Misal:
Burung apa yang murtad?
Burung gereja yang nongkrong di mesjid
π
atau
Kenapa di mesjid tak ada piano?
Karena di mesjid jangankan piano, sandal saja hilang
*ditimpuk penjaga mesjid*
Atau cerita tentang orang Aceh yang ke Medan. Di Medan si orang Aceh ini masuk ke warung kopi. Dia pesan minuman teh panas. Begitu minuman sampai barulah dia lihat harga di menu di meja. Disana tertera harga Teh Dingin 3000. Teh Panas 1500. Ia kaget
“Ya Allah. Mahal benar teh dingin di Medan ini. Kalau ketauan dingin teh aku, bisa naik harganya,” pikirnya.
Diteguklah teh panas tersebut buru-buru
π
Cerita-cerita begitu itu baiknya jangan dipandang sebagai hinaan, toh ?
langsung meluncur ke blog orang batak..
mungkin sedikit klarifikasi
menurut saya, pesan yang disampaikan oleh kartun yang menyanyi di lapo itu bukanlah pertanda bahwa orang Batak senang menyanyi, melainkan pesannya adalah bahwa orang cowok Batak lebih suka nongkrong di warung dan membiarkan istrinya bekerja di ladang
salam kenal, Samosir
CMIIW
waduh, ada beberapa bahasa yang gak saya ngerti. tapi menurut saya kartunnya menarik. tidak terkesan menekan suku tersebut, melainkan lebih kearah menghibur. π
saya pernah baca ulasan blog ini di ndobos.com .
cuma inget nama jephman..sebuah nama bandara di Sorong jaman dulu, bekas airport jaman jepang di pulau jephman..pasti dia kenal sekali dengan kota ini.
@ Alisyah
Orang batak senang bernyanyi. Banyak sekali trio batak dan kalau anda suka gaul dgn mereka, pasti tahu hal ini.
Kalo nongkrong di warung sementara istri di ladang itu kritik sosial yang saya coba ungkapkan.
mohon jangan sepolos itu
@ iman brotoseno
saya gak tahu itu. itu cuma plesetan nama saya saja
Ahahaha… saya juga ngakak guling2 abis baca di blognya lae jephman. π
banyak yang saya gak ngerti… entah kenapa saya suka gaya menulis seperti ini. saya salut dengan orang-orang yang berani menertawakan diri sendiri.
**baca komen mas iman** -pikiran melayang ke pulau jefman-
(huahhh…. Sorong, I’m coming….)
Blog bang jephman, saya suka gayanya… kritik2 sosial namun lewat kartun. Nendang banget, meskipun mungkin lebih byk menggunakan bahasa batak. Tapi dari gambarnya bisa didapat makna yg sebenarnya ingin disampaikan.
Mas Iman..iya betul, itu nama bandara di suatu pulau jika kita mau ke Sorong, tahun 1995 saya masih mendarat di bandara tsb, dan ke Sorongnya naik speed boat. Sekarang bandaranya udah dipindah kedaratan, jadi nggak kawatir kena gelombang tinggi seperti dulu.
Fertob,
Ulasanmu menarik dan hebatnya masih bisa bahasa Batak walaupun lahir dan besar di Sorong. Teman saya Batak asli, karena lahir dan besar di Yogya, dia betul-betul halus seperti orang Yogya asli, bahkan tak bisa bahasa Batak. Waktu saya tanya, dia cuma sekali ke Tarutung saat ayahnya meninggal dan dimakamkan di sana.
Saat ini dia mendapat posisi sebagai Wakil Pemimpin Wilayah(setingkat deputy General Manager) di Sumut, tapi kalau boleh memilih, dia lebih nyaman di Yogya.
Berarti lingkungan sangat mempengaruhi budaya, selera dan minat seseorang….anak-anak saya yang ortunya asli Jawa Timur, malah katanya lebih suka dengan bukan orang Jawa…katanya ga mudeng berhadapan dengan orang Jawa, ngomongnya halus…..heeheh…mungkin Jawa saya tak terasa udah hilang pula.
@ Jephman :
Hehehehe…. kalau kebanyakan tertawa nanti jadi kurang fokus, lae… π
@ Alex :
Masalahnya, tidak semua orang bisa menerima humor sebagai humor. Bisa menerima kartun sebagai kartun. Dan bisa tertawa sebagaimana adanya tertawa itu. Karena lebih besar kemungkinan yang terjadi adalah menganggap sebuah lelucon sama dengan sebuah penghinaan/pelecehan.
Waktu saya di Irian, banyak juga cerita-cerita lucu seputar orang Irian. Namanya mop, dan ada seorang teman yang sangat lancar menceritakan lawakan khas sana. Lengkap dengan gayanya. Dan isinya terkadang “menghina” diri sendiri, menertawakan suku sendiri, tetapi dilakukan sambil tertawa.
Apalagi kalau sebuah lelucon berbentuk Satir. Awalnya menyindir dengan menjadikan lelucon, tetapi ujung-ujungnya malah bisa diperkarakan karena dianggap menghina.
Seperti misalnya ada sebuah sindiran dan lelucon khas Yahudi tentang Yesus. Saya dapatnya dari koleksi Sigmund Freud yang pernah meneliti tentang lelucon.
π
Lha, kalau saya Kristen fanatik, sudah saya bakar-penggal yang membuat humor itu. Tapi memang konteksnya adalah Yahudi yang tidak mengakui Yesus sebagai messiah. Dan humor-humor itu dibuat dalam konteks tradisi mereka.
Begitu juga dengan humor-humor lainnya yang berisi SARA, khususnya etnis dan ras. Sering berbeda tipis dengan penghinaan. Mungkin apa yang ditulis Amed [disini] bisa jadi sebuah kebenaran, “Jadi, asal anda bukan orang goblok, ignorant, berselera humor rendah dan picik, saya pastikan kalau anda juga HARUS bisa memahami dan menyukai karya satir.” π
Butuh rasa humor yang sangat tinggi untuk memahami sebuah humor/kartun, apalagi humor/kartun yang berhubungan dengan masalah SARA, dan apalagi kalau satir.
@ cempluk :
tapi minta Lae Jephman untuk menterjemahkan dulu… π
@ alisyah :
Seperti yang dibilang Lae Jephman, suatu kartun bisa diartikan apa saja menurut yang mempersepsikannya. Dari kartun itu, yang nyata terlihat adalah kemampuan orang batak untuk menyanyi, termasuk menyanyi di lapo. Tapi kemudian disisipkan suatu kritik sosial seperti yang anda sebutkan.
salam kenal juga…
@ cK :
Kalau nggak ngerti, ya bertanya dong, Chik…!! Kan ada pepatah, “malu bertanya
tidak bertanyasesat di jalan.” π@ Pak Iman :
Hehehehe… Yang di Sorong itu sering ditulis Jefman atau Jeffman. Di Wikipedia ditulis Jeffman. Itu karena bandar udara yang dibuat sejak jaman Jepang itu berada di Pulau Jefman, sekitar 1,5 jam naik kapal dari Kota Sorong.
Kalau ada kesamaan dengan pembuat blog Kartun Orang Batak, itu mungkin hanya kebetulan, pak.
@ CY :
tapi apa mengerti bahasanya, mas ? π
@ Ira :
Maksudnya yang nggak ngerti itu bahasa Bataknya, Ra ? π
Kalau soal menertawakan diri sendiri, saya sendiri belajar dari orang-orang yang memiliki hambatan khusus, seperti orang-orang cacat (handicaped) atau yang lainnya. Mereka walaupun punya kekurangan tapi mampu menertawakan kekurangannya itu tanpa beban. Itu butuh kerja yang lebih keras, lho…
@ Ocha Milan :
Ya, dari gambar saja sudah cukup. Memang apa yang ditulis dalam bahasa Batak disana bisa berubah artinya kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Yang lebih sering terjadi itu “kehilangan konteks”.
@ edratna :
Makasih Bu. Tapi saya sendiri masih bisa ditebak sebagai orang Batak kalau saya bicara. Aksennya masih ada, walaupun lahir dan besar di Papua. Memang dalam pergaulan disana (Papua) pakai bahasa Indonesia, tapi di rumah ortu sering memakai bahasa Batak sama kami, jadi setidaknya sejak kecil sudah terbiasa menggunakan bahasa Batak.
Ada juga teman saya orang Batak yang lahir dan besar di Surabaya. Dan kalau yang saya lihat dia lebih “jawa timur” daripada orang asli Jawa Timur. π
aq jadi berpikir kalo blogku direview pasti isinya cuma hitam, hitam, dan hitam lagi..kekekeke..
Horas . . . .Horas . . . . . Horas
aku sampaikan pantun Simalungun
Dalan hu Haranggaol
Bahat bona ni pisang
Sopala na margaul
Unang be hita sirang.
Salam perkenalan dari Lenny
Tak kenal maka tak sayang.
Diataei tupa ma banta
Mauliate amang. Horas! π
[…] Dalam hal toleransi dan bagaimana menerima kelemahan sendiri untuk kemudian bisa tertawa, seperti review-nya tentang blog yang menertawakan sukunya sendiri, saya boleh katakan bahwa abang yang satu ini memancing minat saya untuk bertemu dan ngobrol akrab […]
@Pace Fertob
Hahaha..ternyata pace fertob ini Halak Toba ya…saya kirain td pace ini orang NTT …
Marga Lumban Tobing yang mempunyai istri boru Manalu?kalo di Sorong Manalu masih sodara sama dengan Malanu…hehehe..
@Rosleany Damanik
Par Sorong do ham?
Diatei tupa ma…