- Saya menuliskan postingan ini dalam kondisi flu berat dan sedikit sakit kepala. Maaf kalau ada kesalahan kata atau huruf yang berlepotan.
- Tulisan ini cukup panjang. Kalau anda merasa tulisan ini layak dibaca, silakan di-save terlebih dahulu. Ini untuk menghemat bandwith.
- Ini adalah analisis pribadi dan didukung oleh beberapa sumber.
Only jokes that have a purpose run the risk of meeting with people who do not want to listen to them
(Freud, Jokes and Their Relation to the Unconscious, 1905)
Pernah nonton film Thank You For Smoking ?
Di postingan 10 Film Yang Jadi Inspirasi, mbak Tikabanget mengatakan kalau film ini keren banget. Saya juga pernah menontonnya dan memang benar-benar keren. Film ini adalah tipe film satire. Untuk lebih jelasnya, silakan nonton saja. π
S a t i r
Kata ini mungkin terdengar asing bagi kita. Sesuatu yang mungkin saja kita hadapi tiap hari tapi tidak disadari. Tapi satir adalah hal yang biasa dalam beberapa hal misalnya sastra, film, drama, politik, musik, dan lain-lain. Bahkan tulisan-tulisan yang ada di majalah, koran, ataupun tabloid terkadang juga bergaya satir. Satir adalah suatu gaya yang sangat jamak dan lumrah dipakai dalam berbagai keperluan.
Di beberapa tulisan-tulisan yang ada di blog, gaya satir juga menjadi sebuah gaya penulisan yang bisa kita temukan dengan mudah. Gaya yang menyindir, mengolok-olok, konyol, melecehkan dan menertawakan kebodohan, sifat-sifat, serta apa saja yang bisa disentil. Dari sekian banyak gaya dan tipe penulisan yang bertujuan “membongkar” dan “mendobrak” sesuatu [seperti dekonstruksi Derrida], gaya satir hampir selalu ada disitu.
Pertama kali saya terjun ke blog wordpress, sekitar 15 bulan yang lalu, saya sangat terkesan dengan gaya satir yang ada dalam tulisan-tulisan di blog [Alm] Wadehel.
Meskipun saya sudah terbiasa dengan satirisme dalam berbagai tulisan, satirisme yang diperlihatkan di blog Wadehel benar-benar “menusuk” beberapa pemahaman saya tentang berbagai masalah terutama masalah keagamaan. Terkadang kasar dan sarkas, terkadang halus dan eufimis, juga bisa netral tapi menusuk dengan cara yang khas. Blog Wadehel adalah blog pertama bagi saya yang memperlihatkan satirisme dalam blogsphere.
Dan gaya satir ini juga masih banyak kita temui sekarang dalam berbagai tulisan-tulisan di blog. Selalu saja ada yang menulis dengan menyindir dan mengolok-olok, lengkap dengan pembahasan panjang lebar dari sindiran dan olokan itu dan bahkan menggunakan foto dan skrinsyut.
Itulah blog, semua gaya ada disitu bahkan yang nungging sana nungging sini juga ada.
Satir dan Saya Bloger
Uh, kenapa harus Saya ? π Kan saya yang nulis, jadi suka-suka saya dong !
Dari beberapa gaya di blog yang pernah saya jumpai, saya mengamati kalau ada beberapa gaya penulisan yang dimiliki oleh bloger. Gaya ini memang tidak selalu konsisten, karena pada beberapa tulisan bloger tersebut memakai gaya lain yang berbeda. Tapi saya melihat bahwa gaya dan kecenderungan penulisan tertentu pada dasarnya adalah gaya si bloger.
Gaya ini dipakai ketika si bloger ingin membongkar suatu paradigma yang telah ada. Atau bisa juga sebagai suatu counter-argument atas argumentasi pihak lain. Perdebatan, diskusi dengan suhu tinggi, ber-adhominem-ria, polemik, dan segala macam dinamika di blog bisa menggunakan berbagai gaya dan tipe penulisan. Inilah yang saya paparkan walaupun hanya beberapa.
Dan inilah beberapa gaya penulisan yang saya amati. Maaf kalau saya salah mempersepsi, karena ini hanya sebuah pengamatan subyektif setelah sekian lama mondar-mandir di blogsphere. Tidak ada unsur penghinaan disini karena ini hanya deskripsi saja.
Gaya Blak-blakan π
Ini adalah suatu gaya penulisan yang langsung tanpa tedeng aling dan selalu to the point, menendang dan menghujamkan argumentasinya ke jantung suatu pemahaman. Gaya yang dipakai hampir selalu menggunakan makna denotasi, apa yang ditulis adalah apa yang dimaksud. Apa yang diserang dan “ditendang” adalah apa adanya itu. Tidak yang lain.
Inti argumentasi langsung menusuk pada hal yang dibicarakan. Orang lain dengan mudah dapat langsung menemukan apa yang dimaksud si bloger tanpa perlu mencari makna lain. Gayanya blak-blakan, meledak-ledak, terkadang emosional walaupun bisa “dingin” seketika, argumentasinya runtut walaupun terkadang meloncat. Slogannya mungkin adalah jika ingin membongkar sesuatu langsung masuk pada apa yang ingin dibongkar itu.
Gaya ini saya temui pada beberapa bloger [yang ada di wordpress]. Dari sekian banyak bloger yang mengusung gaya ini, ada beberapa nama yang patut dikedepankan. Bisa saja ada juga yang bergaya sama tapi lupa saya masukkan.
Beberapa nama yang saya amati misalnya adalah Joe, Antobilang, Bangaip a.k.a Arif Kurniawan, Alex Aceh, dan Farid FortyNine.
Gaya Satir Menyentil
Gaya ini adalah gaya penulisan yang sering juga diitemui di blogsphere. Gaya ini digunakan oleh para bloger dengan tujuan secara tidak langsung ingin membongkar sesuatu dengan gaya olok-olok, humor, mengimajinasikan apa yang ditentang menjadi kenyataan, ironi dan lain sebagainya. Selalu Ada suatu tujuan korektif dibalik kekonyolan dan ejekan itu.
Cara yang dipakai juga bisa bermacam-macam. Bisa dengan cara yang kasar, memparodikan sesuatu, dengan sinis, dengan bahasa pengandaian dan perumpamaan, dan juga bahkan dengan dilengkapi dengan foto dan skrinsyut. Makna yang terkandung dalam gaya penulisan satir adalah makna yang terkadang konotatif dan tersembunyi. Orang lain yang membacanya terkadang tidak memahami maksud langsung (direct intention) dari si bloger. Orang juga harus mengetahui “latar belakang” dibalik cerita satir itu.
Beberapa blog yang saya amati pernah beberapa kali menggunakan gaya penulisan ini misalnya Wadehel, Omaigat, Sora, Difo a.k.a Geddoe, dan ChaosRegion.
Gaya Saya π
Hehehehehe….Gaya ini bukan hanya saya yang memakainya. Tapi karena saya tidak tahu dan juga malas dan sedikit narsis istilah lainnya maka dinamakan gaya Pyrrho saja. π Ada yang tidak setuju ?
Gaya ini kebanyakan adalah gaya eufimis alias selalu menghaluskan sesuatu yang ingin “ditendang”. Apa yang diargumentasikan disampaikan dengan cara yang terlebih dahulu melalui penyaringan bahasa dan pemilihan kata. Saking banyaknya disaring, terkadang orang lain tidak tahu bahwa ada sesuatu yang disindir dan diserang dari tulisan itu. Bahkan terkadang si penulis juga tidak tahu kalau dia sedang berargumen tentang sesuatu.
Dari beberapa bloger yang saya amati ada beberapa yang menggunakan gaya ini ketika menuliskan argumen dan opininya di blog. Misalnya saja Pak Shodiq, Danalingga, Herianto, Suluh, Deking, dan lain-lain.
Tentunya masih banyak gaya-gaya yang lain dan bloger-bloger yang tidak saya sebutkan diatas. Ini cuma generalisasi dan sintesis dari pengamatan akan gaya penulisan di blog. Bisa saja pengamatan itu salah. π
*********************
Satire in Action
Satire in Definition
Rasanya ada yang kelupaan. π Dari tadi saya ngomong ngalor-ngidul tentang satir tapi tidak memberi tahu apa itu satir.
Dari beberapa sumber yang saya dapatkan tentang satir, pada umumnya semua mempunyai makna yang sama. Misalnya seperti ini :
Satire is strictly a literary genre, although it is found in the graphic and performing arts as well as the printed word. In satire, human or individual vices, follies, abuses, or shortcomings are held up to censure by means of ridicule, derision, burlesque, irony, or other methods, ideally with an intent to bring about improvement
atau yang ini
βnoun
1. the use of irony, sarcasm, ridicule, or the like, in exposing, denouncing, or deriding vice, folly, etc.
2. a literary composition, in verse or prose, in which human folly and vice are held up to scorn, derision, or ridicule.
3. a literary genre comprising such compositions.
dan yang ini :
satΒ·ire (sΔt’Δ«r’) pronunciation
n.
1.
1. A literary work in which human vice or folly is attacked through irony, derision, or wit.
2. The branch of literature constituting such works. See synonyms at caricature.
2. Irony, sarcasm, or caustic wit used to attack or expose folly, vice, or stupidity.[Latin satira, probably alteration (influenced by Greek satur, satyr, and saturos, burlesque of a mythical episode), of (lanx) satura, fruit (plate) mixture, from feminine of satur, sated, well-fitted.]
atau yang bernuansa literatur seperti ini :
a literary manner which blends a critical attitude with humor and wit to the end that human institutions or humanity may be improved. The true satirist is conscious of the frailty of institutions of man’s devising and attempts through laughter not so much to tear them down as to inspire a remodeling
(Thrall, William, Addison Hibbard, and C. Hugh Holman, eds., A Handbook to Literature. New York, 1960)
.
.
Itu saja sudah cukup. Dari situ kita bisa mengambil suatu definisi umum bahwa satire adalah suatu gaya/aliran dalam penulisan [yang juga ditemukan di bidang lain seperti musik, film, politik, dan lain-lain] yang menertawakan, mengolok-olok, dan menyindir sesuatu. Cara yang dipakai bermacam-macam, mulai dari ironi, humor, parodi, sampai pada sarkasme.
Hal yang terpenting dari gaya satir adalah tipikalitas sindirannya. Suatu hal yang disindir tidak disindir secara langsung melainkan melalui suatu penyampaian yang dikemas dalam bentuk tertentu dan terkadang dibungkus dengan humor. Kebanyakan satir berbentuk olokan dan tertawaan.
Satire in Analysis
Satir hanyalah sebuah gaya. Dengan kata lain, cara penyampaian sesuatu yang dikemas dalam suatu bentuk. Bentuk yang diambil oleh para satiris bukanlah bentuk yang konvensional yang selama ini kita kenal. Satir, walaupun sudah dipakai dari jaman dahulu, bukanlah suatu cara yang umum dalam menyampaikan argumentasi/pendapat.
Ada beberapa analisis saya tentang gaya penulisan satir yang ada di blog. Ini hanyalah analisis singkat saja.
1. Satir itu Menyindir
Ini sangat jelas. Ketika suatu tulisan bergaya satir dengan argumentasi tertentu dipublikasikan, maka maksud utama dari tulisan itu bukan hanya argumentasinya, tetapi juga sindiran dan sentilan yang ada dalam tulisan itu.
Saya ambil contoh tulisan yang ada di blog Wadehel yang bergaya satir, misalnya Ciri-ciri Lelaki Ahli Surga. Tulisan itu dipastikan menyindir sesuatu, baik itu konsep dan pemahaman kita tentang hal yang dimaksud maupun orang-orang yang memiliki konsep tersebut.
2. Apa Saja Bisa Disatirkan.
Mengutip konsep Derrida tentang dekonstruksi yang bisa mendekonstruksi apa saja, maka apa saja bisa disatirkan. Bahkan konsep-konsep yang kita anggap suci dan sakral bisa disatirkan, bila konsep itu menurut si satiris bertentangan dengan nilai-nilai yang dimilikinya.
Terkadang satirisasi (apa lagi nih… π ) dari hal-hal yang dianggap suci seperti konsep-konsep keagamaan dan keTuhanan sering dianggap sebagai penghinaan, penistaan dan pelecehan oleh beberapa orang. Jarak antara satir dan pelecehan/penghinaan/penistaan memang sangat tipis. Kita sangat sulit membedah mana satir yang murni mengeksplorasi humor dan mana yang merupakan humor satir yang intinya adalah penghinaan.
Terlepas dari stigma yang sering ada, pada dasarnya apa saja bisa disatirkan.
3. Satir adalah Humor & Wit
Mengapa saya mengatakan ini ?
Satir kebanyakan ditulis dengan semangat penertawaan atas sesuatu, atau dengan kata lain mengeksplorasi sisi humoris manusia. Orang-orang yang menyindir dengan gaya satir, pada dasarnya adalah menertawakan kebodohan dan kekonyolan konsep maupun pihak lain. Satir adalah humor.
Tapi satir juga adalah penggabungan humor dengan kecerdasan. Kecerdasan yang dimaksud adalah adanya kemampuan untuk membungkus suatu argumen dengan cara-cara yang tidak umum. Kecerdasan dalam satir dapat dilihat pada bagaimana si satiris mampu menggabungkan suatu sindiran, tertawaan, serangan, argumentasi, dan lain-lain dalam gaya satir. Itulah kemampuan yang menurut saya adalah bentuk lain kecerdasan. Tentunya definisi kecerdasan disini tidak sama dengan kecerdasan textual yang ada.
4. Satir Bertujuan Destructive & Corrective
Banyak yang mengatakan bahwa satir hanyalah mempunyai sifat “menghancurkan” sesuatu. Memang pada umumnya, apa yang diserang oleh satir adalah apa yang telah tertanam rapi di otak kita dan dianggap sebagai kebenaran.
Satir menghancurkan konsep-konsep itu. Tetapi tidak berhenti sampai disitu saja, satir juga mempunyai sifat corrective. Sifat terutama dari satir adalah koreksi total atas sejumlah hal yang dianggap “kebenaran”. Satir mengkoreksi pemahaman kita akan sesuatu, walaupun pada beberapa hal tidak memberikan alternatif solusi dan konstruksi yang memadai dari hal yang dibongkar dan dikoreksi itu.
Saya ambil contoh salah satu tulisan terbaru yang ada di Omaigat yaitu Mengapa Mahasiswa Harus Mendukung Fundamentalisme Islam. Disitu ada sesuatu yang ingin didekonstruksi, dihancurkan, dan dikoreksi dalam pemahaman kita akan suatu masalah (fundamentalisme). Tapi kalau kita cermati, konstruksi berupa solusi yang ditawarkan hampir minimalis atau bahkan tidak ada.
Gaya satir memang kebanyakan adalah dekonstruksi, destruksi dan koreksi dan bukan konstruksi.
5. Satir itu Multi Makna dan Berlatar Belakang
Satire tidak selalu bisa dibaca dan dipahami dengan makna denotatif dan literer (harafiah). Pemahaman harafiah atas suatu gaya satir justru membuat satir tersebut tidak bermakna apa-apa dan oleh karena itu [jika ini terjadi] satir sering dianggap sebagai suatu pelecehan dan penghinaan terhadap sesuatu.
Makna semiotik yang sering hadir dalam satir adalah makna konotatif dan simbolik. Makna yang konotatif dan simbolik bisa dipersepsikan dan dimaknai dengan berbagai cara.
Karena seringkali tersirat, orang harus mengetahui apa latar belakang dari sesuatu yang disatirkan itu. Dan ini tidak mudah. Kombinasi antara pengetahuan tentang suatu masalah, pemahaman akan makna, tertawaan serta sindiran dan juga sifat destruksi dan koreksi yang dimiliki memang menjadi satu dalam gaya satir.
Selain itu metafora, hiperbolism, perumpamaan, dan berbagai gaya bahasa lainnya bisa dipakai dalam satir.
6. Satir itu Agresif dan Kritik
Gaya satir dalam beberapa bidang yang saya ketahui, pada umumnya bersifat agresif (menyerang). Ketika suatu standar nilai dalam masyarakat dianggap diabaikan, maka agresifitas yang timbul dalam berbagai opini seringkali bergaya satir. Apa yang diserang adalah suatu “nilai baru” yang ada.
Satir juga merupakan kritik. Suatu obyek dikritisi karena obyek tersebut telah jauh menyimpang dari suatu standar yang diyakini oleh sang satiris.
Berhubungan dengan sifat dekonstruksi, destruksi, koreksi dan ditambah dengan kritik yang terkadang radikal, satir sering dianggap sebagai suatu koreksi yang bersifat nihilistik. Dan ini sering disamakan dengan aliran nihilistic existentialism. Gaya yang sering dipakai dalam berbagai karya eksitensialis Friederich Nietzsche dan juga beberapa filsuf postmodernisme seperti Derrida, Lyotard, dan Baudrillard.
Itulah beberapa analisis singkat saya tentang gaya penulisan satir yang sering saya temui di blogsphere. Masing-masing bloger punya gaya, dan gaya itulah yang menjadi ciri khas yang unik bagi si bloger untuk menciptakan jati dirinya sendiri.
Anda tertarik jadi satiris ? π Ada sebuah artikel tentang analisa psikologi satiris, dan anda bisa menemukannya [disini].
Beberapa nama-nama terkenal di dunia yang sering dujuluki satiris antara lain adalah Aristophanes, Juvenal, Jonathan Swift, Alexander Pope, dan Voltaire.
Beberapa nama satiris modern antara lain adalah Matt Groening “The Simpsons”, Stephen Fry, Chuck Palahniuk “Fight Club”, Stanley Kubrick, Kurt Vonnegut, dan Ebrahim Nabavi.
Saya pernah membaca dan menonton beberapa karya mereka. Terutama “The Simpsons” yang menurut saya adalah salah satu cerita satir kartun terbaik yang pernah saya tonton. π
********************
Satire in What ?
Dari sekian banyak ciri dan karakteristik gaya penulisan satir yang ada, tentunya selalu ada suara-suara negatif tentang cara yang tidak konvensional ini. Sisi-sisi negatif dari satir memang tidak secara otomatis membuat gaya ini ditinggalkan, karena selalu ada konteks dimana gaya satir lebih mengena dibandingkan gaya lainnya.
Ada beberapa pengamatan saya tentang beberapa hal yang harus diperhatikan agar gaya satir dalam suatu penulisan dapat mengena dengan tepat ke sasaran. Dan ini bisa jadi menjadi kelemahan gaya ini.
1. Satir Harus Dipahami Dengan “Kecerdasan”
Sekali lagi saya berbicara tentang kecerdasan. π
Maksudnya begini. Ketika kita membaca suatu tulisan satir [di blog] maka yang kita butuhkan adalah suatu kemampuan lebih akan pemahaman makna konotatif, latar belakang hal yang disindir, dan pemilihan situasi dan kondisi yang ditampilkan dalam satir itu. Sementara kita berbuat lebih, kita justru dibuat shock (terkejut) dan sekaligus juga tertawa, tersindir [jika mengena] dan mendapatkan suatu insight. Selain itu juga pemahaman kita akan sesuatu juga didekonstruksi, didestruksi, serta dikoreksi.
Kombinasi dari hal-hal yang secara internal terjadi di benak kita memang membutuhkan kerja psikologis yang lebih berat dibandingkan tulisan lainnya, misalnya, yang bergaya blak-blakan.
Tetapi hal ini punya kelemahan. Dan ini adalah beberapa kelemahan gaya itu.
- Satir kurang mengena jika digunakan dalam masyarakat yang masih “kurang cerdas”.
- Satir kurang mengena pada orang/masyarakat yang kurang memiliki “insight”.
- Satir kurang mengena pada orang/masyarakat yang “tidak mampu menertawakan sesuatu”
- Satir kurang mengena pada orang/masyarakat yang “tidak open-minded”
Secara umum, gaya satir lebih sering dipergunakan pada masyarakat yang memiliki tingkat kecerdasan yang cukup tinggi. Dan ini yang membuat satir sangat umum digunakan di negara-negara maju secara teknologi dan ilmu pengetahuan, dan jarang dipakai di negara yang masih tradisional.
Hal ini bisa membuat satir menjadi ukuran akan kemajuan suatu negara dan “kecerdasan” masyarakat dalam memahami suatu makna dan kombinasinya.
Sifat dekonstruksi, destruksi, dan koreksi pada gaya satir sangat diperlukan ketika kita justru membutuhkan insight atau pencerahan akan sesuatu. Masyarakat yang terbiasa dengan insight dan mengambil suatu hikmah dari koreksi ala satir justru merupakan tempat yang subur bagi gaya satirisme ini.
Tertawa bukan hanya tertawa ketika kita melihat adegan konyol saja. Tertawa juga bisa diiringi dengan kerutan di kening, yang menandakan bahwa tertawaan atas sesuatu mempunyai makna lain selain tertawa saja. Humor tidak hanya humor tetapi sekaligus humor yang berpikir. Menertawakan sesuatu membutuhkan “kecerdasan”, apalagi jika tertawaan itu justru adalah menertawakan diri sendiri atau menertawakan sesuatu yang berhubungan dengan diri kita.
Saya ambil contoh misalnya humor-humor satir tentang agama yang bisa disikapi berbeda. Perbedaannya, ada yang tertawa sambil bawa parang dan tombak, sementara ada yang tertawa sambil berpikir. π
Satir justru dibutuhkan ketika sasaran satir itu bersikap terbuka terhadap pemikiran-pemikiran lain, bahkan yang paling aneh sekalipun. Orang/masyarakat yang tidak open-minded justru hanya melihat satir dengan makna yang berbeda, bisa jadi penghinaan dan pelecehan.
2. Satir adalah Permainan Makna dan Simbol
Satir juga adalah bahasa makna yang biasanya konotatif. Makna yang dapat diambil dari suatu tulisan satir bisa sangat banyak dan berbeda tiap orang. Selain itu simbolitas yang ada di satir harus selalu dihubungkan dengan “sesuatu” yang menjadi sasaran tembak tulisan satir itu. Makna dan simbol tidak hanya berhenti pada pengertian harafiah dan letterlijk dari apa yang kita ingin ambil.
Inilah yang membuat satir bisa memiliki beberapa kelemahan. Makna dan pemahaman makna bisa berbeda.
Satir adalah suatu humor yang memiliki makna. Dan jika kita berbicara tentang makna, makna apa yang bisa diambil bisa dipersepsikan berbeda oleh setiap kepala. Pada umumnya makna yang sering ada terbagi dalam 2 kutub ekstrim : penghinaan dan dekonstruksi.
Bagi orang yang memaknai satir sebagai sebuah penghinaan [nama baik/institusi/tokoh], pelecehan, bahkan penistaan yang menjurus kriminalitas, satir tidak berbeda dengan bentuk penghinaan lain yang vulgar dan terus terang. Perbedaannya hanya soal bagaimana bungkus dan kemasan dari penghinaan itu, sementara isinya sama saja.
Bagi pihak yang memaknai sebuah satir sebagai bentuk dekonstruksi cara berpikir dan koreksi terhadap suatu nilai dan situasi yang hendak dirombak, maka satir adalah bentuk lain dari “pencerdasan masyarakat”. Satir adalah salah satu bentuk mendidik orang/masyarakat agar mampu berpikir jauh kedepan.
Hal ini bisa diperparah jika monopoli atas suatu makna justru dimiliki oleh pihak-pihak yang berkuasa. Apalagi di negara-negara otoriter, satir adalah sesuatu yang sangat jarang kecuali kepala anda tidak berharga lagi.
3. Satir Kurang Mengena Dalam Hal “Mendidik”
Lagi-lagi saya menggunakan suatu istilah dengan tanda kutip. Maksudnya begini, suatu tulisan yang bergaya satir, merujuk pada sifat dan karakteristik diatas, biasanya mempunyai elemen dekonstruksi, destruksi, dan koreksi. Itu adalah tujuan utama dari bentuk satir.
Sementara itu dalam persoalan mendidik dan pendidikan, hal yang terpenting dan terutama adalah “membangun sesuatu” dalam kehidupan manusia didik. Pendidikan juga bersifat koreksi, tetapi pendidikan terutama menanamkan dan mengkonstruksi suatu pengetahuan [ilmu, tingkah laku, moralitas, dan lain-lain] pada diri orang-orang yang dididik.
Itu berarti persoalan “mendidik” adalah persoalan membangun atau dengan kata lain, KONSTRUKTIF. Itulah yang kurang dimiliki oleh berbagai tulisan bergaya satir.
Tentunya pengertian tentang pendidikan saya batasi dan persempit hanya dalam konteks “menghancurkan”, “memperbaiki”, dan “membangun”.
Itu adalah beberapa sisi negatif dari sebuah tulisan [di blog] yang berbau satir.
Pertanyaan utamanya adalah : “apakah tepat menggunakan gaya satir dalam berbagai penulisan [khususnya di blog] pada masyarakat Indonesia ?”
Saya tidak akan menjawabnya. Pertanyaan ini memang cukup relevan, karena satir menandakan kemajuan pola pikir suatu masyarakat. Kemajuan pola pikir itu ditandai misalnya dengan keterbukaan terhadap penetrasi opini dari luar, menertawai suatu kondisi dan terkadang diri sendiri, dan juga mampu mengambil insight dari apapun juga.
*********************
Itu adalah sepenggal cerita yang tidak terlalu pendek tentang tulisan-tulisan bergaya satir yang cukup banyak saya temukan di blog. Semoga tulisan bergaya satir itu dapat menjadi pencerahan di blogsphere.
Saya sendiri menganggap bahwa gaya satir dalam menulis bukanlah gaya saya. Bukan karena saya menganggap gaya penulisan ini jelek, tetapi ide dan pokok pikiran yang akan saya tuangkan justru tidak keluar jika menggunakan gaya satir tersebut.
Ada yang tertarik untuk menggunakannya ?
We can only laugh when a joke has come to our help.
(Freud, Jokes and Their Relation to the Unconscious, 1905)
Ouuugghh……..
Bentar boss,…
Ngelap kringet doloo….
Tulisannya panjang tenaaaan….
Wah,…
Untung sayah ndak disebut-sebut…
Berarti sayah bukan tukang nyindir orang yah….
Tapi boss,…
Kenapa yah, orang kalok komen mingsih sukak menghujat sayah…???
saya pake gaya semau guwe aja ahh, gaya minakjinggo, miring kepenak, njengking nggih monggo.
flu berat kok masih kuat nulis yang berta gini, apa nggak tambah meler fer? atau memang karena semalam nggak bisa tidur?
Satir itu rentan untuk disalah pahami, apalagi dijadikan bahan buat maki-maki orang. Sebaiknya jangan diteruskan kebiasaan menulis satir. Tulislah seadanya saja, hentikan kreativitas yang tidak berguna itu!
kebanyakan orang yang baca satir nggak ngerti maksudnya, jadi ada yang komen marah-marah. kalau membaca satir itu emang harus mikir 2 kali. syukur kalau nangkep maksudnya, kalau kagak, biasanya berakhir misuh-misuh.. π
*baru belajar banyak*
*lihat sampel tukang-tukang satir*
Btw, kalau mas perhatikan, gaya satir itu sudah lama saya tinggalkan… Kayaknya yang sekarang lebih brutal. π Yah, setidaknya lewat kacamata saya… π
Hmm….Memang terkadang satir tidak cocok dengan pendidikan, Wong maknanya saja bisa berbeda – beda. Kurang cocok dengan anak – anak sekolah dan perkuliahan. π
*tersadar*
Ternyata blak-blakan ya? Aduh… padahal itu udah dicoba lebih halus lho, Bang π
Satir memang butuh ‘kecerdasan sedikit lebih tinggi’ untuk bisa dipahami. Sayangnya, satir sering malah dipahami dengan kacamata emosional. Kebanyakan kalau sudah bahas masalah sensitif seperti ras, suku, bangsa atau agama.
Padahal maksudnya cuma buat ‘nyentil’ saja π
Saya justru tahu istilah satir dari keikutsertaan di rimba raya blog ini …
Ternyata saya memiliki kadar satir juga ya … π
Ma’af belum baca semua artikel ini…
Ikutin instruksi, save as dulu … buat bacaan liburan minggu ini π
#Semoga komentar di atas tidak dinilai satir juga … π
*baru baca*
Hehehe… memang iya sih Mas. Satir itu gaya yang beresiko tinggi dan rentan disalahpahami. Tapiii….
…
…
….orang yang menulisnya justru having fun! Malah bisa sampai ngakak sendiri lho pas ngerjainnya. π
~pengalaman pribadi
~walaupun udah tau juga bakal ada yang salah paham π
Buat menangkal kesalahpahaman ya, biasanya saya kasih penjelasan tentang gaya bahasa yang digunakan. Tapi nggak tahu juga kalau penulis yang lain. (o_0)”\
Ah, IMHO, soal solusi itu kembali pada sudut pandang. Kalau misalnya suatu perbuatan jadi obyek kritik/sindiran, itu kan berarti someone dislikes it. Solusinya ya… jangan lakukan. π
Ibaratnya dosen saya menyindir saya waktu ngobrol di kelas. Sindiran beliau itu kan menyampaikan solusi yang ada di kepala beliau:
Gitu sih IMHO, CMIIW. ^^
Saya mungkin masuk dalam gayanya Pak Fertob. π
membaca tulisan satire memang berbeda dengan gaya membaca santai sebab makna yang dipegang multi tafsir tapi segera tahu maksudnya dan itu dengan cara menggernyitkan dahi, tapi setelah ketemu senyum dikulum tersembul.
saya suka satire tapi jarang pada tulisan-tulisanku. Setuju banget buat @Amed pendapatnya. demikianlah karena msayrakat kita rupanya kurang akrab dengan satir-satiran… Para satiris biasanya adalah orang yang memiliki otak kanan cukup banyak dan biasanya yang disatiri adalah pemilik otak kiri dalam setiap tulisan-tulisnnya, kurang memliki sens of humor…
Tulisan ini tidak tidak satire tapi menyetir kita-kita. Tulisan ini menjadi wajib bagi para blogmania. Istilahnya jika di perpustakaan masuk pada bibliography….
saya juga pernah nyatir, mas..
π
Sayang-nya pemahaman ter-hadap ke-satir-an lebih cenderung mengajak ke-arah per-tentangan, dan ini seperti-nya yang sering ter-jadi. Tapi, yah, sekali-sekali pen-satir-an juga di-butuh-kan untuk “meng-ingat-kan” tanpa harus menyakiti yang “di-ingat-kan” kan bro? π
Haha, nggak bohong…bener-bener panjang. Setengah dulu ah bacanya, nanti lanjut lagi…:D
Gaya saya ternyata begitu ya.
*siap siap merubah gaya*
gaya double entendre sepertinya juga menarik bang π
tapi kelihatannya jauh lebih susah daripada satir π
Citra Dewi,
Bang Fertob, ini mah udah jadi skriptie.
Untunglah saya orang sederhana. Mau satir,setir, oke ajha. Situ tugasnya mikir, saya nyang menikmati.
dan saya bahagia jadi penikmat (ini rupanya peranan saya didunia ini he..he.he)).
Selamat berkarya dan berfilosofie. Makasih bisa menikmati diskusi kalangan intelectueel secara gratis.
Saya yg Theisme
hohoho, saya setuju sama sora. saya menikmati ketika menulisnya.
ya balik ke tujuan saya ngeblog sih, mas. saya ngeblog buat melepaskan sesuatu (yang riskan banget kalo saya lepaskan di dunia nyata). ketika sesuatu itu sudah lepas, saya jadi kurang peduli apakah maksud “pendidikan”nya bisa mencapai tujuan
yang penting uneg-uneg saya buyar. itu aja.
mungkin memang egois, sih, ya? hehehehe…
Numpang OOT dulu bang Fertob … π agak sulit nih nulis n ngapal inisial yg baru.. π
Itu yang di atas si Joe alias Shelling Ford : Heran saja, rasanya apa saja kata si Sora9n dia setuju aja terus … Kayaknya fall in love banget tuh …
Emang Sora itu cewek atau cowok sih Joe ? π
ahahahaha, kebetulan aja isi pikirannya sama2 nyambung, meskipun kami berdua beda karakter. mungkin seperti romario-bebeto π
tapi nggak jarang juga kok kalo kadang2 saya nggak sinkron sama sora. jadi tenang aja, saya masih menyukai lawan jenis π
@ Herianto
*baru baca*
Ah, itu karena saya dan Joe dipersaudarakan dalam Islam Pak… bukankah konon katanya, semua muslim itu bersaudara. Tentu saja harus saling mencintai karena Allah. π
Kan… kan ada ucapannya “ana uhhibuka fillah”. Sesama ikhwan pun ngomong2 begitu lho. Jadi wajar saja kalau saya dan Joe saling mencintai. π
@ yang punya blog
Euh, maaf nih mas Fertob, jadi rada OOT komennya. ^^
@ Mbel :
hehehehe… mas Mbel ini saya lihat memang sering pakai gaya satir, sindir sana sindir sini…
saya masukin deh… π
@ nude :
oiya, gaya pak dee memang berjuta gaya π
iya nih… sebenarnya draft-nya sudah lama disimpan, tinggal diperbaiki sana-sini dan ditambah seperlunya. tapi publish-nya waktu kena flu berat.
*tidur lagi* π
@ Amed :
Pasti. Satir memang rentan untuk disalahpahami. Dan itu adalah esensi dari sebuah kesatiran : menertawakan sebuah kebodohan.
Kalau diteruskan atau tidak, itu tergantung apakah kita memang belum bisa menerima gaya satir itu seperti yg saya sebutkan diatas. Apakah kelemahan-kelemahan dari gaya satir itu memang terjadi pada masyarakat kita ?
Tetapi sebagai sebuah gaya penulisan, satir tidak bisa dihentikan begitu saja. Selalu saja ada orang yang menggunakan gaya ini ketika menurut dia gaya ini lebih efektif untuk mengkoreksi sesuatu. Kreativitas memang sering berujung masalah, mas. Tapi persepsi dan penerimaan orang thd suatu gaya kan berbeda-beda. π
@ Geddoe :
Iya tuh…. kenapa Ged ? Sekarang gayanya lebih brutal dan blak-blakan. Nggak dapat “kepuasan” dengan gaya menyindir seperti satir ? Atau ada yang lain ?
@ DB :
hahahaha…. masalahnya, yang sering kebakaran jenggot karena satir bukanlah mereka yang “berpendidikan”. π
@ Alex :
hehehe… nggak apa-apa Lex. Berbagai gaya itu yang bikin blogsphere semakin “ceria” dan berwarna. π
Yang sering dipermasalahkan dari satir itu adalah sisi Menertawakan Sesuatu. Itu yang sering bikin tersinggung. Bahkan sering ada komentar : “agama kok dibuat tertawaan“. π
Padahal menurut saya, apa saja bisa djadikan humor, termasuk agama. asalkan tidak ada maksud menghina dan melecehkan dari humor itu. Tapi itu yang sering berbeda penangkapan maknanya di benak setiap orang.
@ Herianto :
Kalau gaya mas Herianto ini sopan dan lembut dalam bertutur. Walaupun menyentil, tapi tidak ada maksud untuk menertawakannya, dan sentilannya selalu halus bahkan sampai tidak ketahuan kalau sedang menyentil. π
@ Sora :
Oya ? Saya hampir nggak pernah pake gaya ini, jadi nggak tau gimana suasana hati saat menulisnya.
Yup, solusi minimalis yang ada pada satir adalah : don’t do it anymore π itupun solusi, walaupun tidak selalu berujung konstruktif alias menawarkan suatu alternatif solusi lain yang membangun.
@ Pandu :
Oke… satu lagi pelanggan saya…
@ Kurt :
hehehehe… saya nggak tau kalau dihubungkan dgn otak kanan dan kiri. tapi saya setuju kalau sense of humor yang tinggi sangat diperlukan dalam membaca suatu tulisan satir.
*atau sebaiknya diberikan peringatan sebelum membacanya*
Bibliografi ? π Kalau di dunia blog jadi blogbiografi… π
*maksa*
@ morishige :
iya tuh… ada beberapa tulisan mas yang nyatir. tapi kebanyakan gayanya blak-blakan atau eufimis.
@ ex-mus :
betul mas…. biasanya tulisan satir itu bermunculan kalau ada suatu oknum yang menurut pemahaman beberapa orang itu suka bikin “eneg“, dengan paham-paham pokoknya atau kedangkalan pemikirannya. Dan ini yang biasanya jadi sasaran satirism.
*you know hwo-lah…* π
@ donny :
silaken…
@ dana :
oh… jangan mas, saya sudah kadung tresna sama gaya mas dana sekarang ini.
*ini permintaan fans lho…* π
@ mardun :
betul, gaya double entendre memang lebih sulit, karena menggabungkan permainan kata dan permainan makna. walaupun untuk tujuan tertawaan, sindiran, olok-olokan, satir lebih mengena.
@ citra dewi :
lho ini bisa jadi skriptie ? π saya juga suka nikmati tulisan-tulisan lain kok mbak. thanks sudah menikmati diskusi tidak intelektual ini π
*terkadang jadi penikmat itu lebih enak lho…*
@ Joe ;
hehehe.. padahal mas Joe ini lebih sering pake gaya blak-blakan daripada satir. Dulu memang beberapa tulisannya satir, tetapi belakangan ini jadi lebih sering “brutal” (minjam istilah Geddoe)
@ Herianto :
tenang pak…. Sora dan Joe itu memang saling mencintai, tetapi sebagai sesama manusia. Tetapi fall in love dalam pengertian lain, saya jamin tidak akan terjadi.
*kecuali ada kecelakaan*
Saya cuma baca judul & sub-sub judulnya ajah. Kefanjangan seh…
Saya sih, ndak ngerti gaya-gay bahasa, sing penting saya ngeblog sesuka hati tanpa peduli ada yang komplen atau engga dengan tulisan saya yang ngalor ngidul. I LOVE BLOGGING
hore saya disebut sebut!! asik asik asik!! <~~~ gaya anak kecil nich dikasih permen π
[…] Silakan baca sendiri di sini […]
Thnks4info! Pokoknya satir itu yg kyk lagu dangdut ‘makan satiring berdua’ :tutup muka, malu;
[…] Jitu Sejuta Pengunjung dan Komentar 04Jan08 Sedang belajar metode menyatir tulisan […]
wekkekekek…
iyah.. panjaaanggg….
owh…betol sekaleeee….
kalo satire diterapken pada kondisi masyarakat yang ndak cerdas, jadinya ntar kayak kasus postingan inih..
panjang dan berlarut mpee kesini segala..
tapi simbah sayah pernah bilang, mendidik lingkungan ituh perlu.
kalo buwat bikin satu kampung mau kena giliran ronda harus ada yang kemalingan dulu, ya mungkin emang itu jalannya dan prosesnya buwat menuju ke sistem ronda yang bagus.
ngomong opo tho sayah inih.. **cek bungkus LA Light**
suwe lan dowo …… mumet (tumbas obat disik ah…)
.::he509xβ’::.
tes2,, salam kenal…
[…] Silakan baca sendiri di sini […]
WOW…
Gw kayaknya pake gaya blak-blakan… Soalnya emosinya bisa langsung tersalurkan dan akan lebih cepat memancing opini.
[…] tidak terlalu drastis. Saya kebanyakan memakai gaya eufimisme [bukan satir], tetapi selalu ada yang dikritik dan “ditendang”, walaupun yang disindir tidak […]
[…] kesalahan saia sepenuhnya, bahwa sebenarnya saia sama sekali tidak bisa dan tidak mampu menulis SATIRE dengan baik, sehingga banyak sekali kawand-kawand yang salah mengerti dan tidak bisa menangkap apa […]
Bisa nggak blog saya dianalisis termasuk satir atau tidak (ini satir bukan?) π
@ Mas Dewo :
nggak apa-apa mas… π
@ anton :
yup I Love Blogging…
@ Suluh :
hehehehe…. mau dikasih lagi permennya, mas ? π
@ Outthehook :
sama-sama…
@ tika :
aha, pentolannya datang… π betul mbak, kalau masyarakatnya “kurang cerdas” maka satire itu nggak ada pengaruhnya sama sekali, justru malah dilihat sebagai penghinaan.
tapi kata mbah itu benar juga lho… π
@ manongan :
opo tho ? π
@ morons :
salam kenal juga
@ purmana :
yup, sepertinya tulisan mas purmana memang begitu.
@ hermansaksono :
sering bercampur pak. semua gaya ada disitu, terkadang bisa halus menyengat, blak-blakan, dan juga kadang ada sindiran. π
[…] dikurangi. Berhubung ragam pembaca blog banyak sekali dan tidak semuanya mengerti atau penggemar satire, plus fakta bahwa tidak semua orang mengerti teknologi yang bernama “tag” (atau mungkin […]
Sebenarnya lebih tepatnya untuk menghemat duwit warnet, bukan benwit, atau ini satir?
satir itu manusia biasa juga haha
sep as dulu
sep-sep… satir itu menyindir..
Saya pernah menyindir manusia yang membenarkan agamanya sendiri… dan merasa Islam paling benar… *tidak benar-tidak benar… – _ -*
MatNep Bosss π
[…] info saja, tulisan kemarin saya buat dengan bahasa satir. Mungkin masih ada beberapa orang yang tidak tahu apa itu satir. Oleh karena itu saya akan […]
[…] sebuah pengingat di kala terlena oleh nikmatnya comfort zone. Dan dari penjelasan Bang Fertob dalam post legendarisnya, saya juga jadi paham mengapa ada beberapa pihak yang justru tidak memahami menyukai karya […]
[…] Satir Yang Menyindir […]
[…] oleh iyok736 di/pada Juni 5, 2008 Saya barusan mbaca sampek eneg tentang makna Satir Beberapa link juga ada di tulis sebagai percontohan. Saya pernah dapet kata-kata bagus dari temen. […]
[…] rujukan sebelum membaca: Sedang belajar metode menyatir tulisan […]
baru baca sekarang jadi baru tahu tulisan ini…
tulisan2 saya juga barangkali bentuknya satire… egh, sepertinya gitu dehhhh, hehehehe…
ahhh, yang penting makna yang mo kita sampaikan tertuang disana, tanpa membuat org lain tersinggung secara direct…
begitu tohh maksudnya????
[…] Silakan baca sendiri di sini […]
karena baca di warnet… jadi saya simpan dulu ntar baca di rumah π makasih dah ke blog saya… suatu kehormatan di kunjungi seleb blog π
salam dari malang π
http://hmc.web.id
[just another blog of mine]
[…] ini satir, tapi kalau tidak ya mohon […]
[…] P.S. Judul tulisan dibajak semena-mena dari punyanya Bang Fertob […]
[…] Satir yang Menyindir […]